Rabu, 14 Mei 2014

Harapan selalu Ada



Jangan pernah lelah untuk berharap kepadaNya
Harapan itu akan selalu ada untuk orang-orang yang tidak mudah putus asa

Seperti biasanya, setiap hari sabtu, di semester 6 ini, di jam pertama kuliah, saya pasti akan bertemu dengan seorang dosen yang menurut saya abstrak untuk mengungkapkan bagaimana beliau. Ini kali kedua beliau mendoseni saya di mata kuliah yang berbeda. Kegiatan belajar mengajar berjalan seperti biasanya, dengan soal-soal yang abstrak yang terkadang membuat saya prustasi untuk menjawabnya, bahkan sempat ingin berputus asa. Entah kenapa, setiap mata kuliah yang beliau pegang, saya selalu ingin menjadi salah satu mahasiswa yang aktif di kelas, bukan aktif dalan artian gaduh, tapi aktif mengungkapkan pendapat yang berkaitan dengan pembuktian-pembutian di setiap materinya. Hari ini adalah minggu ketiga saya belajar di mata kuliah anril, terhitung sudah enam kali pertemuan karena bapak ini selalu menggabung dua pertemuan menjadi satu. Mungkin karena terlalu sibuk dengan statusnya sebagai dosen tetap di salah universitas negeri di bandung, sedang disini dia bekerja hanya sebagai dosen pembantu (sepertinya).
Dag dig dug, ga karuan rasanya, suhu badan saya tiba-tiba memanas ketika melihat teman-teman yang biasanya maju ke depan satu persatu mendapat poin tambahan dengan menjawab soal-soal yang beliau berikan. Sementara saya? Selama tiga minggu ini saya belum pernah berbuat apa-apa sedikitpun, itu artinya saya sudah kehilangan poin tambah selama enam kali pertemuan. Ahhh, hati saya semakin kacau saja ketika dia mengatakan 3 orang pertama yang bisa menjawab soal no 1 akan mendapat poin 10 dengan syarat hanya satu kali kesempatan untuk maju kedepan. Beberapa menit kemudian, teman sekelas saya  ada yang maju kedepan, suasana pun semakin seraaaaam, saya panik harus bagaimana mengjawabnya, tapi untungnya teman saya itu salah menjawabnya. Huwah sedikit ada rasa lega di dalam dada, tapi, tidak lama kemudian, seseorang dari kelas lain ada yang maju ke depan. Loh, kok ada kelas lain? Iya, soalnya memang selalu digabung dua kelas. Orang itu adalah orang yang saya anggapan sebagai saingan saya, bukan bermaksud untuk saing-saingan, hanya saja saya menganggapnya sebagai motivasi  untuk diri saya sendiri agar selalu berpartispasi aktif (hehe).  Jeder, jawaban dia bener!!!!! Ah, sisa dua orang lagi kawan, dua orang lagi yang berkesempatan mendapat poin 10. Satu persatu silih berganti mahasiswa dari kelas saya dan dari kelas lain maju ke depan, dan satu diantaranya menjawab benar, siapa dia?? Dia teman sekelas saya, wanita ini sungguh selalu berhasil membuat saya iri pada semangat belajar dan rajinnya yang luar biasa, sampai-sampai di semester sebelumnya saya datang langsung kerumahnya yang lumayan jauh dari tempat kost saya hanya untuk mendapatkan les privat darinya.
Saya coba menenangkan diri, saya tarik nafas dan istighfar, semoga Allah berikan ketenangan kepada saya untuk dapat menjawab soal ini dengan benar. Dan tak sengaja saya mendengar percakapan antara bapak dosen dengan teman saya, “ini sepertinya ada langkah yang di loncat?” tanya bapak dosen kepada teman saya itu. Kemudian saya coba mengerjakan ulang soal tersebut di lembar kertas  yang masih polos. Dan, dengan sangat teliti, hati-hati, saya menemukan sedikit pencerahan. Saya bisa memecahkan soal tersebut. Tapi ketika saya mengangkat kepala dan melihat ke depan, ada seorang mahasiswi yang sedang menyetorkan hasil kerjanya. Saya pun menunggu sampai keputusan itu datang. Saya tengok kebelakang, saya lihat wajah-wajah putus asa tampak pada teman-teman saya yang lain. Bahkan teman di samping saya pun malah mengerjakan soal lain yang dijanjikan mendapat poin 10 juga untuk tiga orang pertama. Selang beberapa menit, saya pun mendapatkan hasil penantian saya, jawaban mahasiswi itu salah. Yes! Ini giliran saya untuk maju kedepan, dan dengan rasa sedikit tegang, antara takut salah, dan akan mendapat penolakan seperti orang-orang sebelum saya, saya jelaskan satu persatu, langkah demi langkah, dari mana dan kemana soal ini berakhir. Dan ternyata, ternyata jawaban saya benaRRR. Hasil kerja saya pun diberi tanda, ini kali pertama saya mendapat tanda dari bapak dosen yang selalu bikin sport jantung, walau hanya sebatas tanda ceklis tapi sangat berarti buat saya. Perlahan saya pun meninggalkan meja dosen dan kembali ke tempat duduk saya. Baru juga saya balik badan, tiba-tiba bapak dosen menanyakan siapa nama saya, harusnya sih sudah hafal, tapi karena ini kali pertama saya berpartisipasi aktif di mata kuliah ini, beliau pun lupa dengan nama saya, sedih rasanya :( tapi tak apalah, saya pun langsung menjawab “shillvia” pak, dan beliau tanya lagi, kelas apa ya? Saya jawab “kelas B”. Dan segera saja saya melangkah ke tempat duduk saya. Denga rasa haru, senang, bangga, saya dengar bapak dosen itu bilang “oke, sudah tiga orang yang menjawab benar”. Saya panjatkan rasa syukur yang tiada habisnya, Alhamdulillah, terimakasih Ya Allah, Engkau telah mengijinkan saya menjadi salah satu dari tiga orang itu, dari sekitar 100 orang lebih yang ada didalam kelas ini. Dan saya juga berterima kasih kepada orang-orang yang saya rasa ada yang sudah menjawab benar tetapi ingin berbagi kebahagian kepada orang-orang seperti saya dengan tidak maju kedepan menyerahkan hasil kerjanya, saya yakin ada, karena banyak sekali teman-teman saya baik teman sekelas maupun dari kelas lain yang jauh lebih pandai daripada saya. Dan terimakasih kepada tangan saya yang tidak pernah lelah membantu pikiran saya menuliskan jawaban yang benar, terimakasih untuk hati yang tidak berputus asa. Saya senang hari ini. Semoga minggu-minggu berikutnya saya bisa lebih berpartisipasi aktif lagi, agar kelak di UAS saya tidak terlalu terbebani karena sudah punya bekal tabungan poin tambah dari keseharian saya di kelas. Aamiin.
Sekian sedikit ungkapan hati yang bisa saya bagikan kepada kawan semua, semoga cerita ini bisa menginsparasi kawan-kawan yang tengah dilanda keputus asaan karena merasa tak mampu. Teruslah berusaha, berharap dan tak lupa BERDOA. See you......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar