Jangan pernah lelah untuk berharap kepadaNya
Harapan itu akan selalu ada untuk orang-orang yang tidak
mudah putus asa
Seperti biasanya, setiap hari
sabtu, di semester 6 ini, di jam pertama kuliah, saya pasti akan bertemu dengan
seorang dosen yang menurut saya abstrak untuk mengungkapkan bagaimana beliau.
Ini kali kedua beliau mendoseni saya di mata kuliah yang berbeda. Kegiatan
belajar mengajar berjalan seperti biasanya, dengan soal-soal yang abstrak yang
terkadang membuat saya prustasi untuk menjawabnya, bahkan sempat ingin berputus
asa. Entah kenapa, setiap mata kuliah yang beliau pegang, saya selalu ingin
menjadi salah satu mahasiswa yang aktif di kelas, bukan aktif dalan artian
gaduh, tapi aktif mengungkapkan pendapat yang berkaitan dengan
pembuktian-pembutian di setiap materinya. Hari ini adalah minggu ketiga saya
belajar di mata kuliah anril, terhitung sudah enam kali pertemuan karena bapak
ini selalu menggabung dua pertemuan menjadi satu. Mungkin karena terlalu sibuk
dengan statusnya sebagai dosen tetap di salah universitas negeri di bandung,
sedang disini dia bekerja hanya sebagai dosen pembantu (sepertinya).
Dag dig dug, ga karuan rasanya,
suhu badan saya tiba-tiba memanas ketika melihat teman-teman yang biasanya maju
ke depan satu persatu mendapat poin tambahan dengan menjawab soal-soal yang
beliau berikan. Sementara saya? Selama tiga minggu ini saya belum pernah berbuat
apa-apa sedikitpun, itu artinya saya sudah kehilangan poin tambah selama enam
kali pertemuan. Ahhh, hati saya semakin kacau saja ketika dia mengatakan 3
orang pertama yang bisa menjawab soal no 1 akan mendapat poin 10 dengan syarat
hanya satu kali kesempatan untuk maju kedepan. Beberapa menit kemudian, teman
sekelas saya ada yang maju kedepan,
suasana pun semakin seraaaaam, saya panik harus bagaimana mengjawabnya, tapi
untungnya teman saya itu salah menjawabnya. Huwah sedikit ada rasa lega di
dalam dada, tapi, tidak lama kemudian, seseorang dari kelas lain ada yang maju
ke depan. Loh, kok ada kelas lain? Iya, soalnya memang selalu digabung dua
kelas. Orang itu adalah orang yang saya anggapan sebagai saingan saya, bukan
bermaksud untuk saing-saingan, hanya saja saya menganggapnya sebagai
motivasi untuk diri saya sendiri agar
selalu berpartispasi aktif (hehe).
Jeder, jawaban dia bener!!!!! Ah, sisa dua orang lagi kawan, dua orang
lagi yang berkesempatan mendapat poin 10. Satu persatu silih berganti mahasiswa
dari kelas saya dan dari kelas lain maju ke depan, dan satu diantaranya
menjawab benar, siapa dia?? Dia teman sekelas saya, wanita ini sungguh selalu
berhasil membuat saya iri pada semangat belajar dan rajinnya yang luar biasa,
sampai-sampai di semester sebelumnya saya datang langsung kerumahnya yang
lumayan jauh dari tempat kost saya hanya untuk mendapatkan les privat darinya.
Saya coba menenangkan diri, saya
tarik nafas dan istighfar, semoga Allah berikan ketenangan kepada saya untuk
dapat menjawab soal ini dengan benar. Dan tak sengaja saya mendengar percakapan
antara bapak dosen dengan teman saya, “ini sepertinya ada langkah yang di
loncat?” tanya bapak dosen kepada teman saya itu. Kemudian saya coba
mengerjakan ulang soal tersebut di lembar kertas yang masih polos. Dan, dengan sangat teliti,
hati-hati, saya menemukan sedikit pencerahan. Saya bisa memecahkan soal
tersebut. Tapi ketika saya mengangkat kepala dan melihat ke depan, ada seorang
mahasiswi yang sedang menyetorkan hasil kerjanya. Saya pun menunggu sampai
keputusan itu datang. Saya tengok kebelakang, saya lihat wajah-wajah putus asa
tampak pada teman-teman saya yang lain. Bahkan teman di samping saya pun malah
mengerjakan soal lain yang dijanjikan mendapat poin 10 juga untuk tiga orang pertama.
Selang beberapa menit, saya pun mendapatkan hasil penantian saya, jawaban
mahasiswi itu salah. Yes! Ini giliran saya untuk maju kedepan, dan dengan rasa
sedikit tegang, antara takut salah, dan akan mendapat penolakan seperti
orang-orang sebelum saya, saya jelaskan satu persatu, langkah demi langkah,
dari mana dan kemana soal ini berakhir. Dan ternyata, ternyata jawaban saya
benaRRR. Hasil kerja saya pun diberi tanda, ini kali pertama saya mendapat
tanda dari bapak dosen yang selalu bikin sport jantung, walau hanya sebatas
tanda ceklis tapi sangat berarti buat saya. Perlahan saya pun meninggalkan meja
dosen dan kembali ke tempat duduk saya. Baru juga saya balik badan, tiba-tiba
bapak dosen menanyakan siapa nama saya, harusnya sih sudah hafal, tapi karena
ini kali pertama saya berpartisipasi aktif di mata kuliah ini, beliau pun lupa
dengan nama saya, sedih rasanya :( tapi tak apalah, saya pun langsung menjawab
“shillvia” pak, dan beliau tanya lagi, kelas apa ya? Saya jawab “kelas B”. Dan
segera saja saya melangkah ke tempat duduk saya. Denga rasa haru, senang,
bangga, saya dengar bapak dosen itu bilang “oke, sudah tiga orang yang menjawab
benar”. Saya panjatkan rasa syukur yang tiada habisnya, Alhamdulillah,
terimakasih Ya Allah, Engkau telah mengijinkan saya menjadi salah satu dari
tiga orang itu, dari sekitar 100 orang lebih yang ada didalam kelas ini. Dan
saya juga berterima kasih kepada orang-orang yang saya rasa ada yang sudah
menjawab benar tetapi ingin berbagi kebahagian kepada orang-orang seperti saya
dengan tidak maju kedepan menyerahkan hasil kerjanya, saya yakin ada, karena
banyak sekali teman-teman saya baik teman sekelas maupun dari kelas lain yang
jauh lebih pandai daripada saya. Dan terimakasih kepada tangan saya yang tidak
pernah lelah membantu pikiran saya menuliskan jawaban yang benar, terimakasih
untuk hati yang tidak berputus asa. Saya senang hari ini. Semoga minggu-minggu
berikutnya saya bisa lebih berpartisipasi aktif lagi, agar kelak di UAS saya
tidak terlalu terbebani karena sudah punya bekal tabungan poin tambah dari
keseharian saya di kelas. Aamiin.
Sekian sedikit ungkapan hati yang
bisa saya bagikan kepada kawan semua, semoga cerita ini bisa menginsparasi
kawan-kawan yang tengah dilanda keputus asaan karena merasa tak mampu. Teruslah
berusaha, berharap dan tak lupa BERDOA. See you......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar