Resume Perkembangan Peserta Didik
Pertemuan 1
Topik Bahasan : Rencana Perkuliahan : Orientasi Umum, Penjelasan Silbus, Pendekatan Perkuliahan dan System Penilaian
Orientasi Umum
• Pelajar : Maha Pelajar
• Murid : Maha Murid
• Siswa : Maha Siswa
• Peserta Didik : Maha Peserta Didik
• Orang Tua Siswa : Orang Tua Murid : Orang Tua Peserta Didik
• Warga Belajar : Peserta Didik
Pertemuan 2
Topik Bahasan : Konsep Dasar, pengertian dan hakekat pertumbuhan dan perkembangan
Definisi, Hakikat, dan Kebutuhan Peserta Didik
A. Definisi Peserta Didik
Peserta didik merupakan sumber daya utama dan terpenting dalam proses pendidkan formal. Tidak ada peserta didik tidak ada guru. Peserta didik bisa belajar tanpa guru. Sebaliknya, guru tidak bisa mengajar tanpa peserta didik.
Di dalam UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), peserta didik didefinisikan sebagai setiap manusia yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan non-forlmal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.
B. Hakikat Peserta Didik
Terdapat banyak sebutan yang berkaitan dengan “peserta didik” ini, sesuai dengan konteksnya. Misalnya, sebutan siswa, pelajar, atau murid populer untuk mereka yang belajar di sekolah menengah ke bawah. Sebutan “warga belajar” untuk mereka yang belajar pada lembaga PNF. Santri adalah istilah bagi siswa pada jalur pendidikan pesantren. Sebutan mahasiswa untuk mereka yang belajar di perguruan tinggi. Apapun sebutannya, ada hal-hal yang esensial mengenai hakikat peserta didik.
1. Peserta didik merupakan manusi yang memiliki diferensiasi potensi dasar kognitif atau intelektual, afektif dan psikomotorik.
2. Peserta didik merupakan manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan, meski memiliki pola yang relatif sama.
3. Peserta didik memiliki imajinasi, persepsi, dan dunianya sendiri, bukan sekedar miniatur orang dewasa.
4. Peserta didik merupakan manusia yang memiliki diferensiasi kebutuhan yang harus dipenuhi, baik jasmani maupun rohani, meski dalam hal-hal tertentu banyak kesamaannya.
5. Peserta didik merupakan manusia bertanggungjawab bagi proses belajar pribadi dan menjadi pembelajar sejati, sesuai dengan wawasan pendidikan sepanjang hayat.
6. Peserta didik memiliki daya adaptabilitas didalam kelompok sekaligus mengembangkan dimensi individualitasnya sebagai insan yang unik.
7. Peserta didik memerlukan pembinaan dan pengembangan secara individual dan kelompok, serta mengharapkan perlakuan yang manusiawi dari orang dewasa, termasuk gurunya.
8. Peserta didik merupakan insan yang visioner dan proaktif dalam menghadapi lingkungannya.
9. Peserta didik sejatinya berprilaku baikdan lingkunganlah yang paling dominan untuk membuatnya lebih baik lagi atau menjadi lebih buruk.
10. Peserta didik merupakan makhluk Tuhan yang meski memiliki aneka keunggulan, namun tidak akan mungkin bisa berbuat atau dipaksa melakukan sesuatu melebihi kapasitasnya.
C. Kebutuhan dan Karakteristik Peserta Didik
Asosiasi Nasional Sekolah Menengah (Natinal Association of High School) Amerika Serikat (1995) mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan peserta didik dilihat dari dimensi pengembangannya, yaitu seperti berikut ini :
1. Kebutuhan intelektual, peserta didik memiliki rasa ingin tahu, termotivasi untuk mencapai prestasi saat ditantang dan mampu berpikir untuk memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
2. Kebutuhan sosial, peserta didik mempunyai harapan yang kuat untuk memiliki dan dapat diterima oleh rekan-rekan mereka sambil mencari tempatnya sendiri didunianya. Mereka terlibat dalam membentuk dan mempertanyakan identitas mereka sendiri pada berbagai tingkatan.
3. Kebutuhan fisik, dimana peserta didik “jatuh tempo” perkembangan pada tingkat yang berbeda dan mengalami pertumbuhan yang cepat dan tidak beraturan. Pertumbuhan dan perubahan fisik atau tubuh menyebabkan gerakan mereka adakalanya menjadi canggung dan tidak terkoordinasi.
4. Kebutuhan emosional dan psikologis, dimana peserta didik rentan dan sadar diri, dan sering mengalami “mood swings” yang tidak terduga.
5. Kebutuhan moral, dimana peserta didik idealis dan ingin memiliki kemauan kuat untuk membuat dunia dirinya dan dunia diluar dirinya menjadi tempat yang lebih baik.
6. Kebutuhan homodivinous, dimana peserta didik mengakui dirinya sebagai makhluk yang berketuhanan atau makhluk homoriligius alias insan yang beragama.
D. Hak dan Kewajiban Peserta Didik
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa setiap peserta didik pada satuan pendidikan berhak :
1. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
2. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
3. Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya.
4. Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya.
5. Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara.
6. Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masingdan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
Khusus bagi mereka yang telah memasuki usia wajib belajar, dalam PP No. 47 Tahun 2008 Tentang Wajib belajar ditetapkan bahwa satuan pendidikan dasar penyelenggara program wajib belajar wajib menerima peserta didik program wajib belajar dari lingkungan sekitarnya tanpa diskriminasi sesuai daya tampung satuan pendidikan yang bersangkutan.
Setiap peserta didik harus memenuhi kewajiban tertentu. UU No. 20 Tahun 2003 tantang Sisdiknas telah mengatur kewajiban peserta didik.
1. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.
2. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan , kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dilihat dari dimensi etis, peserta didik pun memiliki beberapa kewajiban, yaitu :
1. Mematuhi dan menjunjung tinggi semua aturan dan peraturan berkenaan dengan operasi yang aman dan tertib disekolah.
2. Menghormati dan mematuhi semua anjuran yang bersifat edukatif dari kepala sekolah, guru, staf sekolah dan para pihak yang terhubung dengan sekolah.
3. Menghormati orang tua atau wali peserta didik dan manusia pada umumnya.
4. Menghormati sesama peserta didik.
5. Menggunakan bahasa yang baik dan benar.
6. Ikut bekerjasama dalam menjaga gedung, fasilitas, dan barang-barang milik sekolah.
7. Menjaga kebersihan ruang kelas, sekolah, dan lingkungannya.
8. Menunjukan kejujuran, kesopanan dan kebaikan dalam hubungan sesama siswa, anggota staf, dan orang dewasa.
9. Hadir dan pulang sekolah tepat waktu, kecuali dalam keadaan khusus seperti sakit dan keadaan darurat lainnya.
E. Karakteristik Peseta Didik yang Sukses
1. Menghadiri semua sesi kelas dan acara di laboratorium atau di luar kelas secara teratur. Hadir tepat waktu.
2. Menjadi pendengar yangdan melatih diri untuk memusatkan perhatian. Jika mereka kehilangan sesi, mereka memberitahu gurunya sebelum sesi kelas baru dimulai.
3. Memastikan ingin mendapatkan semua jawaban atas tugas, dengan cara menghubungi instruktur atau siswa lain.
4. Memanfaatkan peluang pembelajaran ekstra ketika ditawarkan.
5. Melakukan hal yang bersifat opsional dan sering menantang tugas baru ketika banyak siswa lain justru menghindarinya.
6. Memiliki perhatian tinggi dikelasnya. Mereka tidak berbicara, membaca, atau menatap keluar jendela.
7. Berpartisipasi pada semua sesi kelas, meski upaya mereka sedikit menghadapi rasa kikuk dan sulit.
8. Memperhatikan guru-guru mereka sebelum atau setelah sesi kelas atau selama jam pelajaran .
9. Kerap berdiskusi dengan guru-guru lainnya untuk mendapatkan pengalaman yang bermakna.
10. Mengerjakan semua tugas secara rapi dan menelaah hasilnya secara kritis.
F. Faktor-faktor Pertumbuhan dan Perkembangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan manusia :
• Jenis kelamin
• Penghasilan
• Polusi
• Etnis dan agama
• Diet
• Warisan genetik
• Kondisi perumahan
• Persahabatan
• Pengalaman hidup (kelahiran, perkawinan, kematian dan perceraian)
• Harta atau barang-barang yang dimiliki
• Ketenagakerjaan/pengangguran
• Hubungan keluarga
• Jumlah dan jenis aktivitas fisik
• Pengalaman pendidikan
• Akses ke pelayanan kesehatan dan kesejahteraan
• Pengalaman sakit atau penyakit
G. Prinsip-prinsip Pertumbuhan
Novella J. Ruffin dari Universitas Virginia mengemukakan prinsip-prinsip yang mencirikan pola atau proses pertumbuhan dan perkembangan manusia. Prinsip-prinsip itu merupakan karakteristik khas yang menjelaskan perkembangan sebagai proses yang diprediksi dan teratur.
1. Perkembangan gerakan kasar mendahului gerakan-gerakan halus.
2. Perkembangan tergantung pada pematangan dan pembelajaran.
3. Hasil perkembangan dari yang sederhana (konkrit) sampai yang lebih kompleks.
4. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang berkesinambungan.
5. Pertumbuhan dan perkembangan berlanjut dari umum ke khusus.
6. Ada perbedaan individual dalam tingkat pertumbuhan dan perkembangan.
H. Kebiasaan Peserta Didik
Beberapa kebiasaan peserta didik atau anak-anak pada umumnya :
1. Kebiasaan tidur (sleeping habits)
2. Kebiasaan makan (eating habits)
3. Kebiasaan ke toilet (toiet habits)
4. Rentang emosi (range of emotions)
5. Persahabatan (friendship)
6. Variasi dalam bermain (variations in play)
7. Respon atau otoritas (response to authority)
8. Rasa ingin tahu (curiosity)
9. Minat (interest)
10. Afeksi spontan (spontaneous affections)
11. Kenikmatan hidup (enjoyment of the good things of life)
Pertemuan 3
Topik Bahasan : Hukum-Hukum dan Dimensi Perkembangan Peserta Didik
Asumsi dan Dimensi Perkembangan Peserta Didik
A. Tridimensi Peserta Didik
Dengan mengikuti pemikiran filsuf Kuno, Bas Van Rijekn (2009) berpendapat bahwa manusia, termasuk peserta didik, terdiri dari unsur atau dimensi, yaitu fisik, nurani dan pikiran. Fisik manusia adalah penampakan di permukaan, nurani atau nalar hati juga dapat dipandang sebagai bantuan bagi keinginan seseorang, sedangkan pikiran atau nalar otak juga dapat dipandang sebagai bantuan bagi keinginan seseorang atau peserta didik.
B. Dimensi Sosial Peserta Didik
Peserta didik merupakan mahkluk sosial yan unik dibandingkan dengan primata yang lain, seperti kemampuan memanfaatkan sistem komunikasi untuk mengekspresikan diri, mengadopsi budaya, beretika, bertukar ide dan mengirganisasikan diri. Disekolah dan dimasyarakat, mereka merupakan bagian dari struktur sosial yang kompleks, yang memungkinkannnya terlibat dalam kerjasama dan persaingan, dan sekaligus mengembangkan norma-norma sosial, spiritual, serta bersama-sama menbentuk dasar-dasar kehidupan masyarakat pada umumnya.
C. Dimensi Spiritual dan Intelektual Peserta Didik
Peserta didik adalah insan yang berkesadaran dan memiliki pusat kesadaran, berupa “diri sejati” atau “jati diri”, yang didalamnya terkandung rasa cinta, inspirasi, kasih sayang, hati nurani, bahkan iluminasi. Dimensi spiritual dan intelektual pun sesuai dengan kepentingannya menjadi alat bagi peserta didik untuk belajar, mengingat fakta, menghitung persamaan, merencanakan kegiatan, dan sebagainya.
Dimensi-dimensi ini harus diaktivasi melalui layanan pendidikan. Satu hal yang tidak kalah penting dalam dimensi spiritual adalah kesadaran, sesuatu yang diidentifikasi sebagai dapat menembus semua lini kehidupan. Kesadaran peserta didik adalah hubungan mereka dengan dunianya, sementara kemampuan berpikir merupakan alat membuat keputusan.
D. Asumsi-asumsi Perkembangan Peserta Didik
1. Nativisme & Naturalisme
Nativisme berasal dari kata nativus yang berarti kelahiran, sedangkan naturalisme berasal dari kata natur, yang berarti alam. Asumsi dasar aliran ini adalah perkembangan anak atau peserta didik ditentukan oleh bawaanya sejak lahir. Anak dilahirkan ke dunia sudah mempunyai pembawaan dari orang tua dan itulah yang menentujan perkembangan dan hasil pendidikan mereka selanjutnya.
Menurut pandangan ini, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat tidak banyak mempengaruhi perkembangan peserta didik lebih lanjut. Tokoh aliran nativisme adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860), seorang filsuf Jerman, sedangkan aliran naturalisme yang dipelopori oleh Jean Jaquest Rousseau.
2. Empirisme
Empirisme berasal dari kata empire yang bermakna pengalaman. Jika peserta didik menerima lanyanan dari guru yang baik, belajar di sekolah dengan fasilitas yang lengkap, dan lingkungan yang kondusif, perkembangan mereka akan menjadi optimal. Aliran ini berlawanan dengan aliran nativisme karena aliran ini berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi dewasa itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau pengalaman dan pendidikan yang diterimanya sejak kecil.
Tokoh aliran ini adalah John Locke, yang memanadang bahwa anak yang dilahirkan itu ibarat kertas putih, kaca yang bening atau laksana tabularasa aliar meja lilin putih.
3. Konvergensi
Konvergensi berasal dari kata convergative yang bermakna penyatuan atau kerjasama dua sisi untuk mencapai hasil yang optimal. Perkembangan anak merupakan fungsi dari interaksi faktor bawaan dan lingkungan. Perkembangan anak ibarat bibit yang baik ditanam pada tempat yang cocok, dengan pemeliharaan yang prima.
Tokoh aliran ini adalah William Stern, seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan jerman. Bagi stern kombinasi yang kongruen antara pembawaan dan lingkungan menentukan perkembangan anak.
Pertemuan 4
Topik Bahasan : Multi Dimensi Perkembangan Peserta Didik
Multidimensi Perkembangan Peserta Didik
A. Energi dan Kreativitas Peserta Didik
Perkembangan dan pengembangan peserta didik terus berlanjut sejalan dengan perubahan sistem sosial dan kompleksitas kehidupan. Substansi dan proses interaksi mereka dengan manusia dewasa pun sangat kuat pengaruhnya. Perkembangan itu mengekspresi energi dan kreativitas peserta didik menjadi lebih efektif untuk mencapai tujuan dan masa depan mereka kelak, terlepas dari apakah hal itu sejalanatau tidak dengan tujuan politik, ekonomi, sosial atau budaya yang terus berkembanga.
Mengikuti pemikiran Robert Macfarlane (1999) peserta didik secara individual mengembangkan hal itu dengan cara meningkatkan kapasitas dirinya melepaskan, mengatur, serta mengekspresikan energi dan kapasitas untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidupnya.
B. Lima Dimensi Perkembangan Peserta Didik
1. Perkembangan fisik, dimana lajunya sesuai dengan faktor genetis, menu makanan, pelatihan yang diperoleh, kebiasaan hidup, dan kondisi lingkungan. Penampakan fisik dapat berubah, misalnya anak-anak yang pekerjaan tambahan di luar sekolah banyak melakukan aktivitas fisik, kondisi ototnya lebih kekar dibandingkan dengan anak seusia mereka yang tidak melakukan aktivitas sejenis.
2. Perkembangan sosial, dimana anak dapat berkembang sesuai dengan bentukan masyarakat. Misalnya, keterampilan sosial untuk berkomunikasi, bekerjasama, negosiasi, keterampilan kepemimpinan, dan sebagainya.
3. Perkembangan mental, dimana peserta tumbuh makin bermental stabil arif, dewasa, dan bijaksana. Peserta didik harus memiliki keterampilan mental dalam menganalisis, menulis, menguasai matematika, sikap mental terbuka untuk gagasan-gagasan baru, kesedian menyambut perubaha dan mencoba hal-hal baru, serta menyerap informasi tentang bergabagai fakta setiap aspek kehidupan.
4. Perkembangan budaya atau spiritual, dimana peserta didik harus menumbuhkan toleransi terhapa orang-orang dengan keyakinan yang berbeda, pengakuan hak asasi manusia, dan nilai-nilai umum. Misalnya, agama atau kepercayaan yang dianut merupakandimensi spiriual. Namun, saling menghargai dan toleransi untuk menerima perbedaan agama dan kepercayaan yang dianut mestinya tumbuh menjadi budaya hidup masyarakat yang berbaur secara lintas agama.
5. Perkembangan intelektual, khususnya pergeseran dari kemampuan penalaran konkrit ke abstrak, mengolah data menjadi informasi, memecahkan masalah-masalah yang rumit, serta membuat solusi atas dasar informasi yang mirip, sama atau bertentangan.
C. Anatomi Pengembangan Peserta Didik
No Ranah Pengembangan Perkembangan Individu
1 Fisik Pengorganisasian energi fisik melalui keterampilan fisik
2 Sosial Pengorganisasian energi sosial melali keterampilan sosial dan sikap
3 Mental Pengorganisasian energi mental melalui informasi dan pemahaman konseptual
4 Budaya dan Spiritual Pengorganisasian energi budaya dan spiritual melalui interaksi antar-orang dengan keyakinan yang berbeda dan penghargaan atas hak-hak asasi manusia
5 Intelektual Pengorganisasian energi otak-intelektual melalui skema penalaran konkrit ke abstrak, pemecahan masalah yang rumit, berpikir induktif dan dedukatif
D. Dimensi Kesadaran Peserta Didik
Mengikuti logika Robert Macfarlane (1999) tentang pengembangan manusia, peserta didik memiliki tiga pusat kesadaran yang bagian-bagiannya bisa dikembangkan. Pertama, kesadaran fisik, berupa sensasi fisik, dorongan, dan kebutuhan yang mendesak. Kedua, kesadaran mental, seperti sifat gugup, dorongan psikologis, perasaan dan emosi. Termasuk didalamnya kesadaran diri, kesadaran akan pengetahuan, dan kemauan atau itikad baik. Ketiga, kesadaran spiritual atau rohani berupa intuisi spiritual, kebijaksanaan, dan dorongan kekuasaan yang dalam banyak kasus belum berkembang sepenuhnya.
E. Perkembangan Fisik Peserta Didik
Menurut Catherine (2010) pengembangan fisik dimaksud antara lain mencakup perubahan dalam ukuran dan proporsi tubuh, penampilan, serta fungsi berbagai sistem tubuh. Pertumbuhan dan perkembangan fisik peserta didik adalah unik karena semua perubahan yang terlihat dilewati hampir setiap mereka yang normal.
Pertumbuhan fisik itu merupakan hasil dari interaksi yang berifat terus-menerus dan kompleks sebagai interaksi antara faktor keturunan dan lingkungan. Dengan demikian, jika terjadi keragaman dalam penampilan fisik peserta didik hendaknya tidak mewarnai diskriminasi layanan di bidang pendidikan dan pembelajaran.
Bayi berkembang jauh lebih cepat daripada manusia dewasa. Tubuh bayi tumbuh dan membesar pada tingkat paling cepat selama dua tahun pertama. Selanjutnya bayi terus berkembang hingga memasuki masa kanak-kanak. Selama masa kanak-kanak, lengan dan kaki terus bertumbuh. Selama paruh kedua tahun pertama, bayi mulai fokus pada suara yang lebih besar. Pertumbuhan dan perkembangan ukuran tubuh yang pesat pada masa bayi mulai melambat ketika mereka memasuki fase anak usia dini. Transisi yang paling sulit dialami oleh anak secara fisik adalah ketika memasuki masa pubertas. Pubertas adalah waktu ketika tubuh anak usia sekolah berubah menjadi orang dewasa.
F. Kapasitas Otak Peserta Didik
Otak merupakan organ berpikiryang berkembang melalui proses belajar dan berinteraksi dengan dunia melalui persepsi dan tinadkan. Otak manusia mampu terus beradaptasi dang mengingat kembali apa yang telah dialami. Otak manusia, termasuk peserta didik, berkembang terinspirasi oleh gerakan. Sistem saraf mampu mengkoordinasikan gerakan, sehingga organisme tubuh dapat leluasa pergi mencari makanan atau aktivitas lain. Gerakan yang kurang justru merangsang penuaan.
Bagi peserta didik, latihan mental amat penting untuk fungsi otak yang lebih baik. Ketika masih memasuki kelas-kelas awal sekolah atau saat masih muda anak-anak melihat dunia tampak penuh dengan keajaiban, memancing kepenasaran, memunculkan “penemuan” yang menyenangkan, bahkan juga tantangan yang menakutkan.
Pertemuan 5
Topik Bahasan : Konsep dan Tugas Perkembangan
Konsep dan Tugas Perkembangan
A. Pengertian Tugas Perkembangan
Menurut Robert Havighurst tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.
B. Sumber Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan berasal dari tiga jenis sumber. Pertama adalah tugas yang berasal dari pertumbuhan fisik. Misalnya, kesiapan fisik balita membuatnya mulai belajar berjalan dan bicara. Keterampilan itu akan diperlukan untuk tahap perkembangan berikutnya, misalnya untuk bermain bersama teman-teman. Di usia remaja, pertumbuhan fisik hormonal memunculkan rasa ketertarikan pada lawan jenis. Di sini ada tugas perkembangan untuk belajar menjaga sikap pada lawan jenis.
Kedua, ada tugas-tugas yang berasal dari kematangan kepribadian. Yang ini terkait dengan pertumbuhan sistem nilai dan aspirasi. Misalnya, di usia SD mulai muncul kesadaran akan perbedaan kelompok sosial dan ras, maka di usia ini ada tugas perkembangan untuk bisa menyikapi dengan tepat perbedaan tersebut. Ketika beranjak remaja muncul harapan tentang karier, sehingga di sini muncul tugas untuk mulai mempelajari pengetahuan dan keterampilan sebagai persiapan kerja.
Selanjutnya, jenis tugas perkembangan ketiga adalah tugas yang berasal dari tuntutan masyarakat, contohnya di usia SD, anak diharapkan sudah bisa baca tulis. Di usia dewasa, seseorang dituntut melakukan tanggung jawab sebagai warga sipil seperti membayar pajak dan memiliki pekerjaan.
C. Fase-fase Tugas Perkembangan
Fase perkembangan manusia mulai dari bayi, anak - anak, remaja, dewasa, dan lansia. Setiap fase atau tahapan perkembangan kehidupan manusia senantiasa berlangsung seiring dengan kegiatan belajar. Tugas fase yang muncul dalam setiap perkembangan, merupakan keharusan universal dan idealnya berlaku secara otomatis, seperti kegiatan belajar terampil melakukan sesuatu pada fase perkembangan tertentu yang lazim terjadi pada manusia normal.
Setiap tahap, terutama tahap-tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Erickson dan Havigurst mempunyai tema yang menggambarkan tugas utama dari masa itu. Setiap tahap juga memiliki tugas-tugas perkembangan konkrit yang penting, yang harus dicapai si anak atau individu. Dalam rangka memfungsikan tahap-tahap perubahan yang menyertai perkembangannya manusia harus belajar melakukan kebiasaan-kebiasaan tententu umpamanya kebiasaan belajar berjalan dan berbicara pada rentang usia 1-5 tahun. Belajar melakukan kebiasaan-kebiasaan tententu pada saat atau masa perkembangan yang tepat dipandang berkaitan langsung dengan tugas-tugas perkembangan berikutnya.
Pertemuan 6
Topik Bahasan : Perkembangan Peserta Didik Usia 0-2 tahun, dan usia 2-6 tahun
Perkembangan Anak Usia 0 – 2 Tahun
A. Perkembangan Kepribadian
Erik Erikson berpendapat bahwa tugas utama anak-anak selama tahap psikososial dalam kehidupan pertamanya adalah belajar mencapai orang yang merawat atau mengasuhnya. Pada fase ini kepribadian mulai terbentuk menjadi modal awal ketika memasuki usia sekolah. Kepribadian itu sendiri meliputi ciri-ciri psikologis yang stabil yang membuat setiap manusia tumbuh secara unik.
Baik anak-anak maupun orang dewasa membentuk ciri kepribadian (karakteristik jangka panjang yang sulit berubah, seperti tempramen) dan perasaan (karakteristik yang mudah berubah, seperti kemurungan). Kepribadian merupakan sifat dan bentuk awal keadaan dalam kehidupan. Kombinasi pengaruh keturunan, psikologis, dan sosial yang paling bertanggungjawab bagi kemungkinan untuk pembentukan kepribadian.
B. Hubungan Keluarga
Hubungan pertama bayi umumnya dengan anggota keluarga, kepada siapa bayi mengekspresikan berbagai emosi dan sebaliknya. Kualitas hubungan antara anak dan orang tua terutama ketika anak berusia antara 6 – 18 bulan, tampaknya menentukan kualitas hubungan anak kemudian.
Menurut Bowlby, anak-anak yang dipisahkan dari orang tua mereka maju melalui tiga tahap : protes, putus asa, dan datasemen atau menerima pemisahan. Dalam jangka panjang mereka akan menunjukan depresi pada tingkat patologis, menarik diri, apati dan cemas.
C. Seksualitas
Bayi tidak menyadari pentingnya dimensi seksual dalam kaitanya ketika melakukan kontak dengan orang, meski dia sadar akan adanya perasaan menyenangkan yang berkaitan dengan kontak fisik dengan orang tuanya. Bayi memperoleh keterampilan motorik (motor skills) atau kemampuan untuk bergerak dengan niat dan mulai mengeksplorasi tubuh mereka sendiri. Mereka mulai belajar untuk “menangani” alat kelamin mereka. Ketika mereka menyentuh alat kelaminnya secara disengaja, dengan cepat ia merasakan bahwa hal itu terkait dengan kesenangan.
Perkembangan Peserta Didik Usia 2 – 6 Tahun
A. Perkembangan Fisik
1. Perubahan fisik, pada usia ini anak-anak mulai kehilangan lemak bayi atau kegemukan mereka, yaitu sekitar usia 3 tahun.
2. Perkembangan otak, perkembangan otak dan saraf anak usia dini juga terus berlangsung dramatis. Kedua belahan otak berkembang dengan kecepatan yang berbeda. Belahan otak kiri berkembang lebih penuh pada anak usia dini (2 – 6 tahun) dan belahan otak kanan lebih lengkap dalam pengembangan masa kanak-kanak tengah (7 – 11 tahun)
3. Keterampilan motorik, terdiri dari dua jenis, yaitu keterampilan motorik kasar dan keterampilan motorik halus. Keterampilan motorik adalah kemampuan fisik atau keterampilan motorik kasar yang meliputi berjalan, melompat, meloncat, dan yang melibatkan gerakan tubuh lainnya.
4. Kesehatan, anak-anak sekolah umumnya cukup sehat, tetapi mungkin sebagian mengalami masalah-masalah medis. Penyakit ringan yang khas yang biasanya diderita berlangsung tidak lebih 14 hari, termasuk pilek, batuk dan sakit perut.
B. Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget perkembangan kognitif terjadi antara umur 2 dan 7 tahun sebagai tahap praoperasional. Pada tahap ini, anak-anak meningkatkan penggunaan bahasa dan simbol lainnya, mereka meniru prilaku dan permainan orang dewasa.
C. Pengembangan Kepribadian
Tahun-tahun prasekolah erat kaitanya dengan keutamaan pengembangan kepribadian dan sosialisasi bagi anak-anak muda. Selama anak usia dini (2 – 6 tahun), anak-anak mendapatkan beberapa rasa yang terpisah dan independen dari orang tua mereka. Menurut Erikson, tugas anak prasekolah adalah untuk mengembangkan otonomi atau arah diri, serta inisiatif atau kemandirian.
Kepribadian meliputi ciri-ciri psikologis yang stabil yang mendefinisikan bahwa setiap manusia merupakan pribadi unik. Baik anak-anak maupun orang dewasa memiliki ciri-ciri kepribadian dan sikap dasar. Kepribadian individu adalah kokoh didirikan pada anak usia dini.
D. Hubungan Keluarga
Hubungan keluarga sangat penting untuk perkembangan kesehatan fisik, mental dan sosial anak prasekolah. Banyak aspek dan dimensi tekhnis yang terkait dengan pengasuhan keluarga, seperti disiplin, jumlah dan urutan saudara kandung, keuangan, keadaan atau kondisi, dan kesehatan keluarga yang memberi kontribusi bagi perkembangan psikososial anak-anak muda.
E. Teman dan Sahabat Bermain
Kontak awal yang baik di dalam keluarga dapat menentukan kemudahan anak-anak untuk membangun persahabatan dan hubungan lainnya. Anak-anak yang memiliki hubungan yang penuh kasih, stabil, dan menerima asuhan yang baik dari orang tua dan saudara kandung pada umumnya lebih cenderung membentuk hubungan yang sama baiknya dengan teman-teman dan teman bermain.
Persahabtan pertama dibuat ketika anak berusia sekitar usia 3 tahun, walaupun anak-anak prasekolah bisa bermain bersama sebelum usia itu. Usia persahabatan menciptakan kesempatan bagi anak-anak untuk belajar bagaimana menangani situasi memancing kemarahan, berbagi, belajar nilai-nilai, dan mempraktikan prilaku yang lebih matang.
F. Seksualitas
Anak usia 3 – 6 tahun ditandai dengan tahap perkembangan psikoseksual falik (phallic stage), ketika mereka telah melalui pengalaman konkret pada alat kelaminnya. Freud berspekulasi bahwa pada fase tertentu anak-anak secara erotis tertarik pada orang tua yang berlawanan jenis. Anak-anak laki-laki cenderung mengalami oedipal kompleks, sedangkan anak-anak perempuan mengalami elektra kompleks.
Pertemuan 7
Topik Bahasan : Perkembangan Peserta Didik Usia Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Perkembangan Peserta Didik Usia Sekolah Dasar
A. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik di masa kanak-kanak tengah dicirikan oleh variasi yang cukup besar dalam pola pertumbuhan. Variasi ini mungkin karena jenis kelamin, asal etnis, genetika, hormon, gizi, lingkungan, atau penyakit yang diderita. Sementara anak-anak dari usia ini mengikuti pola perkembangan dasar yang sama, meski tidak harus”jatuh tempo” pada tingkat yang sama. Kebanyakan gadis mengalami percepatan pertumbuhan sekitar usia 9 atau 10 tahun, sedangkan anak laki-laki mengalami percepatan pertumbuhan yang sama disekitar usia 11 atau 12 tahun.
Perkembangan fisik dimasa ini meliputi perubahan fisik, perkembangan otak dan sistem saraf, keterampilan motorik, dan kesehatan.
B. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif yang terjadi antara usia 7 dan 11 tahun disebut oleh Piaget sebagai tahap operasi konkret. Piaget menggunakan istilah operasi untuk mengacu pada kemampuan reversibel anak belum dikembangkan. Reversibel oleh Piaget dimaknai sebagai tindakan mental atau fisik yang dapat terjadi pada lebih dari satu cara atau arah yang berbeda. Pada tahap operasi konkret, anak-anak tidak dapat berpikir baik secara logis maupun abstrak.
C. Konsep Diri
Menurut Erikson, tugas perkembangan masa kanak-kanak menengah adalah untuk mencapai industri atau perasaan kompeten secara sosial. Kompetisi (atletik, aktivitas keberanian) dan penyesuain sosial (mencoba untuk membuat dan menjaga teman-teman) menandai tahap perkembangan ini. Anak yang berhasil mengembangkan industri akan membantunya membangun rasa percaya diri atau sikap evaluatif terhadap diri sendiri yang pada gilirannya membangun rasa percaya diri yang diperlukan untuk membentuk hubungan sosial yang efektif dan abadi.
D. Kognisi Sosial
Sebagai manusia yang tumbuh dewasa, peserta didik meningkatkan pengembangan dalam kognisi sosial (social cognition) atau pengetahuna, pengalaman, dan pemahaman tentang kehidupan masyarakat dan aturan-aturan prilaku sosial. Termasuk dalam kognisi sosial adalah pemahaman mengenai asumsi-asumsi tentang sifat hubungan atau inferensi sosial (social inference), proses sosial, dan perasaan orang lain.
E. Hubungan Keluarga
Masa kanak-kanak tengah adalah tahap transisi, fase ketika orang tua mulai bergbagi kekuasaan dan pengambilan keputusan dengan anak-anak mereka. Namun demikian, karena anak-anak memiliki pengalaman terbatas pada hal-hal yang menarik ketika berhadapan dengan situasi dan masalah orang dewasa, orang tua harus terus membuat aturan dan menetapkan batas-batasnya.
F. Persahabatan
Persahabatan, khusunya persahabatn bagi anak sesama jenis merupakan fenomena umum yang dilakukan oleh anak-anak usia sekolah dasar. Bagi peserta didik jenjang sekolah dasar teman berfungsi sebagai teman sekelas, sepetualangan, tempat curahan hati, dan sebagai pantulan kepribadian
.
G. Tekanan Teman Sebaya
Banyak ahli psikologi perkembangan atau pengamat perkembangan anak mempertimbangkan tekanan teman sepermainan (peer pressure) membawa konsekuensi negatif dan hubungan persahabatn secara sekaligus dari rekan mereka.
H. Seksualitas
Pada anak sekolah dasar, termasuk masa usia dini, minat seksual merupakan perpanjangan dari sensasi yang menyenangkan dan rasa ingin tahu, bukan hasil dari erotisme. Pada masa kecil menengah, hasrat seksual menjadi lebih terarah pada “tujuan tertentu”. Meskipun Freud berteori bahwa latensi seksual (sexual latency) atau kurangnya minat seksual menandai masa kanak-kanak tengah, sebagian developmentalis kontemporer umumnya tidak mendukung pemikiran Freud itu.
I. Stres
Anak laki-laki dan perempuan pada tahun-tahun bersekolah disekolah dasar, termasuk didalam kelas tidak kebal terhadap stres dari dunia kehidupan mereka.
Perkembangan Pesrta Didik Usia Sekolah Menengah
A. Perkembangan Fisik
Peserta didik usia 12 – 19 tahun merupakan periode remaja transisi, yaitu periode transisi antara masa kanak-kanak dan usia dewasa. Pertumbuhan dan perubahan fisik sangat nyata pada peserta didik usia ini, baik laki-laki maupun perempuan. Perubahan dan pertumbuhan itu merupakan pengalaman tersendiri bagi remaja. Dalam rentang beberapa tahun ini peserta didik mempersiapkan diri menjadi anggota masyarakat dewasa yang mandiri dan berkontribusi kepada masyarakat.
B. Masalah Kesehatan
Seperti juga anak periode usia sebelumnya, masalah kesehatan remaja sering brekolerasi dengan status sosial ekonomi yang rendah, pola makan yang buruk, dan perawatan kesehatan yang tidak memadai, berani mengambil kegiatan yang beresiko, masalah kepribadian, dan gaya hidup. Namun demikian, masa remaja ini biasanya mereka cenderung sehat, meskipun masalah kesehatan utama dapat saja muncul, depresi, dan penyalahgunaan zat.
C. Perkembangan Kognitif
Kebanyakan peserta didik mencapai tahap operasi formal versi Piaget pada usia sekitar 12 tahun atau lebih, di mana mereka mengembangkan alat baru untuk memanipulasi informasi. Peserta didik pada tahap ini juga dapat mempertimbangkan kemungkinan masa depan, mencari jawaban, menangani masalah dengan fleksibel, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan atas kejadian yang mereka tidak mengalaminya secara langsung.
Perkembangan kognitif usia ini terdiri dari pengembangan intelektual, pengembangan moral dan penilain, dan pencarian untuk identitas (Robert Sternberg). Pengembangan intelektual terdiri dari tiga aspek, yaitu kecerdasan kompensional (aspek kritis), kecerdasan eksperiensial (kemampuan mentransfer pembelajaran secara efektif untuk memperoleh keterampilan baru, kecerdasan kontekstual (kemampuan untuk menerapkan kecerdasan praktis).
Pengembangan moral dan penilaian teridiri dari tiga tingkatan, yaitu moralitas prakonvensional (didasarkan pada aturan), moralitas konvensional (mengacu pada kesesuaian), moralitas pascakonvensional (terkait dengan sifat relatif).
D. Orientasi Seksual dan Seksualitas
Peserta didik usia sekolah menengah berusaha secara total menemukan satu identitas, berupa perwujudan orientasi seksual, yang tercermin dari hasrta seksual, emosional, romantis, dan antraksi kasih sayang kepada anggota jenis kelamin yang sama atau berbeda atau keduanya. Seseorang peseta didik yang tertarik pada anggota jenis kelamin lain disebut heteroseksual. Sebaliknya, seseorang yang tertarik pada anggota jenis kelamin yang sama disebut homoseksual. Ada juga seseorang yang tertarik pada anggota dari dua jenis kelamin adalah yang disebut dengan biseksual.
E. Kenakalan Remaja
Tekanan teman sepermainan atau rekan yang sangat dekat selama masa remaja, kadang-kadang begitu banyak sehingga terlibat dalam tindakan-tindakan antisosial berupa kenakalan remaja. Seringkali tindakan ini dilakukan menerpa kepada anak-anak dibawah umur. Ada dua kategori kenakalan remaja.
1. Anak-anak yang melakukan kejahatan dan dihukum sesuai dengan aturan hukum, seperti perampokan.
2. Anak-anak yang melakukan tindakan pidana yang biasanya tidak dianggap sebagai kriminal, seperti membolos. Remaja laki-laki biasanya lebih banyak melakukan aksi kenakalan dengan remaja perempuan.
Kemungkinan peserta didik usia remaja menjadi remaja nakal lebih banyak ditentukan oleh kurangnya pengawasan orang tua dan displin ketimbang status sosial ekonomi.
Pertemuan 8
Topik Bahasan : Karakteristik Perkembangan Peserta Didik dan aplikasinya dalam pendidikan
Karakteristik Perkembangan Peserta Didik
A. Karakteristik Perkembangan
Karakteristik Perkembangan Kognitif
Usia Periode Karakteristik
0 – 2 Sensori-motori Bayi belajar untuk membendakan antara dirinya dan benda-benda lain dalam lingkungannya, belajar perbedaan anara “saya” dan “bukan aku”.
2 – 4 Pra-operasional piker (PAUD) Anak masih sangat egosentris, tapi sekarang mengklasifikasikan objek dengan cara sederhana, terutama dengan fitur penting individu.
4 – 7 Intuitif (PAUD dan kelas awal SD) Anak mengklasifikasikan hal yang lebih umum, namun tidak menyadari bahwa dia menggunakan kelas bawah.
7 – 11 Operasi konkrit (SD) Anak dapat menggunakan operasi logika, seperti pembalikan, klasifikasi yang disengaja, dan serialisasi.
11 – 15 Operasi formal (kelas akhir SD dan SMP) Anak menjadi lebih konseptual dan mampu berpikir dalam ide-ide abstrak.
Karakteristik Perkembangan Moral
Tingkat Nama Karakteristik
Tingkat 1 Prakonvensional
Tahap 1 Moralitas heteronomi Melekat pada aturan
Tahap 2 Individualisme/
instrumentalisme Kepentingan nyata individu. Menghargai kepentingan orang lain.
Tingkat 2 Konvensional
Tahap 3 Reksa interpersonal Mengharapkan hidup terlihat baik oleh orang lain dan kemudian telah menganggap diri sebagai baik
Tahap 4 Sistem sosial dan
hati nurani Memenuhi tugas sosial untuk menjaga sistem sosial yang berlangsung
Tingkat 3 Pascakonvensional
Tahap 5 Kontrak sosial Relatif menjunjung tinggi aturan dalam memihakkepentingan dan kesejahteraan untuk semua
Tahap 6 Prinsip-prinsip etika
universal Prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri, bahkan ketika ia bertentangan dengan hukuman
B. Aplikasi Karakteristik Masa Remaja
Remaja Awal
(11-13 Th s.d.14-15 Th) Remaja Akhir
(14-16 Th.s.d.18-20 Th)
Fisik
Laju perkembangan secara umum berlangsung pesat. Laju perkembangan secara umum kembali menurun, sangat lambat.
Proporsi ukuran tinggi dan berat badan sering- kali kurang seimbang. Proporsi ukuran tinggi dan berat badan lebih seimbang mendekati kekuatan orang dewasa.
Munculnya ciri-ciri sekunder (tumbul bulu pada pubic region, otot mengembang pada bagian – bagian tertentu), disertai mulai aktifnya sekresi kelenjar jenis kelamin (menstruasi pada wanita dan day dreaming pada laki-laki. Siap berfungsinya organ-organ reproduktif seperti pada orang dewasa.
Psikomotor
Gerak – gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan. Gerak gerik mulai mantap.
Aktif dalam berbagai jenis cabang permainan. Jenis dan jumlah cabang permainan lebih selektif dan terbatas pada keterampilan yang menunjang kepada persiapan kerja.
Bahasa
Berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing. Lebih memantapkan diri pada bahasa asing tertentu yang dipilihnya.
Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik dan estetik. Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung nilai-nilai filosofis, ethis, religius.
Perilaku Kognitif
Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferen-siasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas. Sudah mampu meng-operasikan kaidah-kaidah logika formal disertai kemampuan membuat generalisasi yang lebih bersifat konklusif dan komprehensif.
Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat. Tercapainya titik puncak kedewasaan bahkan mungkin mapan (plateau) yang suatu saat (usia 50-60) menjadi deklinasi.
Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menujukkan kecenderungan-kecende- rungan yang lebih jelas. Kecenderungan bakat tertentu mencapai titik puncak dan kemantapannya.
Perilaku Sosial
Diawali dengan kecenderungan ambivalensi keinginan menyendiri dan keinginan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer. Bergaul dengan jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif dan lebih lama (teman dekat).
Adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi. Kebergantungan kepada kelompok sebaya berangsur fleksibel, kecuali dengan teman dekat pilihannya yang banyak memiliki kesamaan minat.
Moralitas
Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua. Sudah dapat memisahkan antara sistem nilai – nilai atau normatif yang universal dari para pendukungnya yang mungkin dapat ber-buat keliru atau kesalahan.
Dengan sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya. Sudah berangsur dapat menentukan dan menilai tindakannya sendiri atas norma atau sistem nilai yang dipilih dan dianutnya sesuai dengan hati nuraninya.
Perilaku Keagamaan
Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis. Eksistensi dan sifat kemurah-an dan keadilan Tuhan mulai dipahamkan dan dihayati menurut sistem kepercayaan atau agama yang dianutnya.
Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari mulai dilakukan atas dasar kesadaran dan pertimbangan hati nuraninya sendiri secara tulus ikhlas
Konatif, Emosi, Afektif dan Kepribadian
Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri dan aktualisasi diri) mulai menunjukkan arah kecenderungannya. Sudah menunjukkan arah kecenderungan tertentu yang akan mewarnai pola dasar kepribadiannya.
Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernya-taan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti dalam yang cepat. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosinalnya tampak mulai terkendali dan dapat menguasai dirinya.
Pertemuan 9
UTS
Pertemuan 10
Topik Bahasan : Tugas-Tugas Perkembangan Peserta Didik
Tugas-tugas Perkembangan Peserta Didik
A. Bawaan Sejak Lahir atau Lingkungan
Peserta didik itu beragam karakteristiknya, misalnya, tinggi badan, warna kulit, warna mata, dan sebagainya. Sebagian besar karakteristik peserta didik ditentukan secara genetis.
Menurut McDevit dan Ormrod, sering sulit memisahkan pengaruh ralatif dari faktor keturunan dan lingkungan terhadap karakteristik peserta didik. Peserta didik yang memiliki genetik yang sama (misalnya, saudara-saudara, orang tua, dan anak-anak mereka)biasanya tinggal dilingkungan yang sama juga. Jadi ketika kita melihat kesamaan dalam kecerdasan ineteltuak (IQ) diantara anggita keluarga yang sama, sulit untuk mengetahui apakah kesamaan mereka disebabkan oleh gen atau lingkungan tempat anggota keluarga itu berada. Namun demikian, menurut dua pakar ini secara signifikan hasil penelitian memberitahu kita bahwa faktor keturunan dan lingkungan mempengaruhi kecerdasan peserta didik.
B. Bukti Pengaruh Herediter
Menurut McDevit dan Ormrod, hasil penelitian membuktikan bahwa ukuran kecepatan pengolahan informasi berkolerasi positif dengan skor IQ. Kecepatan pemrosesan tergantung pada efisiensi neurologis dan kematangan yang dikendalikan secara genetik. Dari sudut pandang ini ada bukti kuat bahwa kecerdasan seseorang sangat ditentukan oleh faktor keturunan (Perkins, 1995). Kenyataan bahwa anak-anak dengan cacat genetik tertentu memiliki IQ rata-rata jauh lebih rendah dari rekan-rekan mereka yang tidak memiliki cacat yang sama (Keogh & McMillan, 1996). Penelitian ini lagi-lagi memberikan bukti lebih lanjut mengenai pengaruh hereditas terhadap kecerdasan. Akan tetapi, bukti paling meyakinkan mungkin berasal dari studi kembar dan studi adopsi.
C. Perkembang Peserta Didik
Ketika dilahirkan, anak manusia itu sudah lengkap secara fisik, namun, bayi manusia itu akan mati jika tidak dirawat. Ketika dilahirkan bayi tidak bisa mengangkat kepalanya. Dia tidak bisa berbalik dengan sendirinya dan makan dengan sendiri. Namun demikian, dia telah dapat melihat, mendengar, membau, merasa, merespon rasa sakit, dan mengenali sentuhan.
Beberapa dimensi perkembangan anak dijelaskan seperti berikut :
1. Pematangan atau maturation. Pematangan merupakan urutan teratur sejalan dengan pertumbuhan kemampuan dasar, khususnya kemampuan motorik, seperti merangkak dan berjalan.
2. Sekuensi teratur atau orderly sequence. Misalnya pada kemampuan menahan kepala sebelum bisa tengkurap sendiri, kemampuan duduk sebelum merangkak, kemampuan merangkak sebelum berdiri, dan seterusnya.
3. Prinsip kesiapan keutamaan gerak atau readiness principle of motor primacy. Mengajarkan keterampilan kepada anak akan cepat berhasil, jika secara fisik dia sudah siap. Misalnya seperti mengajarkan anak naik sepeda.
4. Temperamen atau temperament. Mengacu kepada ciri-ciri kepribadian, seperti suasana hati, kepekaan, dan tingkat energi.
D. Perkembangan Peserta Didik dan Lingkungan
Manusia hari ini sangat mirip dengan penghuni gua yang tinggal 20 atau 30 ribu tahun lalu, akan menjadi apa atau siapa ke depannya, sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan nyaris selalu memodifikasi dengan potensi bawaan dan itu berlangsung sepanjang perkembangan anak manusia. Faktor bawaan maupun bentukan lingkungan, khusunya lingkungan sosial dalam pembentukan anak, diantaranya, kesadaran diri, pengacuan sosial, periode kritis, perawatan primer, dan pengayaan dalam pengembangan.
E. Tugas-tugas Perkembangan Peserta Didik
Tugas perkembangan adalah sesuatu yang bisa diduga timbul dan konsisten pada atau sekitar periode tertentu dalam kehidupan individu (Havighurst, 1953). Tugas-tugas perkembangan manusia, termasuk peserta didik, muncul dari tiga sumber yang berbeda. Pertama, kematangan fisik, misalnya, untuk belajar berjalan. Kedua, kekuatan sosiostruktural dan budaya, misalnya, umur minimum untuk perkawinan. Ketiga, nilai-nilai pribadi dan aspirasi, misalnya, memilih jalur pekerjaan tertentu.
F. Tahapan-tahap Perkembangan Peserta Didik
1. Masa anak-anak dan remaja, sejak lahir sampai dengan usia 20 tahun. Transisi awal masa kanak-kanak pada usia 3 tahun.
2. Masa dewasa awal, yaitu umur 17 – 45 tahun
• Transisi awal, umur 17 – 22 tahun
• Memasuki dunia dewasa, umur 22 – 28 tahun
• Umur 30 tahun, transisi antara 28 – 33 tahun
• Menetap, umur 33 – 40 tahun
3. Masa dewasa tengah, umur 40 - 65
• Transisi setengah baya, umur 40 – 45 tahun
• Memasuki usia dewasa tengah, umur 45 – 50 tahun
• Umur 50 tahun, transisi umur 50 – 55 tahun
• Puncak dari dewasa tengah, umur 55 – 60 tahun
4. Masa dewasa akhir dewasa, usia 60 tahun
5. Akhir dewasa, transisi umur 60 – 65
Pertemuan 11
Topik Bahasan : Dimensi dan Tugas-Tugas Perkembangan Peserta Didik
Dimensi dan Tugas-tugas Perkembangan Peserta Didik
A. Dimensi-dimensi Perkembangan Peserta Didik
1. Perkembangan fisik. Perkembanagn fisik individu mencakup aspek-aspek anatomis dan fisiologis. Perkembangan anatomis berupa perubahan kuantitatif pada struktur tulag, tinggi dan berat badan. Perkembangan fisiologis ditandai dengan perubahan secara kuantitatif, kualitatif, dan fungsional dari sistem kerja biologis. Misalnya, kontraksi otot-otot, peredaran darah dan pernafasan, persyarafan, sekresi kelenjar, dan pencernaa. Perkembangan keduanya biasanya berjalan relatif seirama.
2. Perkembangan perilaku psikomotorik. Perkembangan ini menuntut koordinasi fungsional antara sistem syaraf dan otot, serta fungsi-fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif). Perkembangan psikomotorik berlangsung dari yang sederhana kepada yang kompleks, dan dari yang kasar pada yang halus, spesifik, dan terkoordinasi.
3. Perkembangan bahasa. Manusia memiliki potensi dasar berbahasa. Potensi ini berkembang tergantung pada dimana dia bermukim dan berinteraksi dengan masyarakat berbahasa apa. Melalui bahasa, manusia, mengkodifikasikan, mencatat, menyimpan, mengekspresikan, dan mengkomunikasikan berbagai informasi, baik dalam bentuk tulisan, lisan, gambar, dan lain-lain.
4. Perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif lainnya adalah perkembangan kapasitas nalar otak atau intelegensi. Perkembangan intelegensi berlangsung sangat pesat sampai usia remaja. Puncak perkembangan kognitif manusia pada umunya tercapai dipenghujung masa remaja akhir. Terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya :
• Tahap sensorimotorik (usia 0 – 2 tahun)
• Tahap praoperasional (usia 2 – 7 tahun)
• Tahap operasional konkrit (usia 7 – 11 tahun)
• Tahap operasional formal (usia 11 – 15 tahun)
5. Perkembangan prilaku sosial. Manusia merupakan makhluk sosial. Ini bukanlah keunggulan manusia yang utama, karena siapa pun sering dinilai memiliki spirit “sosial yang tinggi” dalam komunitasnya. Ciri-ciri perkembangan perilaku sosial dikemukakan oleh Buhler seperti berikut ini :
• 0 – 3 tahun : semua fenomena dilihat menurut pandangan
sendiri
• 3 – 4 tahun : suka membantah, keras kepala
• 4 – 6 tahun : mulai bisa menyesuaikan diri dengan aturan
• 6 – 12 tahun : membandingkan dengan aturan-aturan
• 12 – 13 tahun : perilaku coba-coba, serba salah, ingin diuji
• 13 – 16 tahun : mulai menyadari kenyataan yang berbeda dengan
sudut pandangnya
• 16 – 18 tahun : berperilaku sesuai dengan tuntutan masyarakat
dan kemampuannya sendiri
6. Perkembangan moralitas. Tahap perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi atau rendahnya moral seseorang berdasarkan penalaran moralnya. Tahapan-tahapan prekembangan moral diantaranya :
Tingkat 1 (Prakonvensinal, 0 – 9 tahun)
a. Orientasi kepatuhan dan hukuman
b. Orientasi minat pribadi
Tingkat 2 (Konvensional, 9 – 15 tahun)
c. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas (sikap anak baik)
d. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial (moralitas hukum dan aturan)
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional, diatas 15 tahun)
e. Orientasi kontrak sosial
f. Prinsip etika universal
7. Perkembangan bidang keagamaan. Manusia meyakini bahwa ada kekuatan yang “Serba Maha” diluar dirinya. Inilah penghayatan dibidang keagamaan, apa pun agama yang dianutnya. Melalui penghayatan keagamaan ini, masuia meyakini adanya kekuatan labih darinya. Penghayatan keagamaan ini berbeda masing-masing orang, baik kapan memulai maupun intensitasnya.
8. Perkembangan konatif. Konatif merupakan perilaku yang berkaitan dengan motivasi atau faktor penggerak perilaku seseorang yang bersumber dari kebutuhan-kebutuhannya. Motivasi bisa bersumber dari dorongan internal (berupa cita-cita, harapan, niat) atau eksternal (berupa keinginan memperoleh hadiah, ancaman).
B. Tugas-tugas Perkembangan Peserta Didik
1. Masa Bayi dan Kanak-kanak Awal (0,0 – 6,0 tahun)
• Belajar berjalan pada usia 9 – 15 bulan
• Belajar memakan makanan padat
• Belajar berbicara
• Belajar buang air kecil dan buang iar besar
• Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin
2. Masa Kanak-kanak Akhir dan Anak Sekolah (6,0 – 12,0 tahun)
• Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis
• Belajar bergaul dengan teman sebaya
• Belajar memainkan peran sesuai dengan jenis kelaminnya
• Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung
• Belajar mengembangkan konsep-konsep sehari-hari
3. Masa Remaja (12,0 – 21,0)
• Mencapai hubungan yang lebih matang dengan tema sebaya
• Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita
• Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif
• Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
• Mencapai jaminan kemandirian ekonomi
4. Masa Dewasa Awal
• Memilih pasangan
• Belajar hidup dengan pasangan
• Memulai hidup dengan pasangan
• Memelihara anak
• Mengelola rumah tangga
C. Problema Peserta Didik
Problema yang mungkin timbul pada diri peserta didik atau masa usia sekolah diantaranya adalah :
1. Problema perkembangan fisik dan motorik
2. Problema perkembangan kognitif dan bahasa
3. Problema perkembangan perilaku sosial
4. Problema perkembangan kepribadian dan emosional
D. Perkembangan Peserta Didik dan Praktik Pembelajaran
Implikasi perkembangan anak bagi praktik pendidikan dan pembelajaran disekolah :
1. Impliksai pralayanan
• Guru harus memahami teori perkembangan
• Guru harus mengenali latar belakang peserta didik
• Guru harus mengenali nama-nama peserta didiknya
• Guru harus mengenali minat dan bakat peserta didiknya
• Guru harus memahami esensi pelayanan individual peserta didik
• Guru harus bertindak impersonal, tanpa mendiskriminasi
2. Implikasi layanan pendidikan dan pembelajaran
• Guru dan orang tua harus menciptakan lingkungan kondusif
• Harus sesuai dengan tingkat kematangan
• Tuntutan gerakan fisik harus sesuai dengan kematangan jasmani
• Orientasi pembelajaran harus mengarah ke multiranah
• Guru dan orang tua harus menciptakan iklim emosinal
• Guru harus memahami minat dan perhatian yang khusus
Pertemuan 12
Topik Bahasan : Perkembangan kepribadian peserta didik dengan kecerdasan ganda
Perkembangan Kepribadian Peserta Didik dengn Kecerdasan Ganda
A. Kecerdasan Ganda
Menilai profil atau tingkat kecerdasan ganda seseorang bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi kecerdasan gandanya. Bagi Gardner, sejak dulu manusia sudah memiliki kecerdasan ganda. Manusia memiliki beragam kecerdasan dengan beberapa kombinasi tonjolannya. Beragam kecerdasan yang dimiliki seseorang itulah yang membuat manusia senantiasa berbeda satu sama lain.
Menurut Gardner, manusia itu memiliki banyak jenis kecerdasan yang berbeda, seperti linguistik, musikal, spasial, logis-matematis, kinestetik-jasmani, interpersonal, intrapersonal, dan lingkungan. Kehadiran teori kecerdasan ganda, karenanya, menjadi bagian integral dari usaha Gardner untuk memperluas lingkup potensi manusia melampaui batas nilai IQ. Kecerdasan itu berkaitan dengan kapasitas untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah.
Pendapat ini menggariskan bahwa potensi dasar manusia harus dipersepsi dari dimensi dinamisnya ketimbang dimensi statisnya. Bukan sebatas berapa tingkat kecerdasan yang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah soal matematika yang rumit, melainkan bagaimana dia memanfaatkan potensi diri dan hal-hal di luar dirinya untuk memecahkan soal itu.
B. Sumber Daya Kecerdasan Ganda
Teori kecerdasan ganda adalah model yang sangat tepat baik untuk melihat kekuatan mengajar maupun untuk mempelajari wilayah-wilayah yang perlu diperbaiki. Unutk tujuan itu, guru harus mengetahui sumberdaya kecerdasan ganda.
Beberapa cara menggunakan sumber-sumber kecerdasan ganda menurut Gardner (1999) antara lain :
1. Meminta bantuan teman yang ahli
2. Meminta bantuan peserta didik
3. Menggunakan tekhnologi yang ada
4. Memupuk secara saksama atau melalui pengembangan secara pribadi kecerdasan ganda.
C. Mengembangkan Kecerdasan Ganda
Setiap peserta didik dapat mengembangkan semua kecerdasan sampai pada tingkat kemampuan yang mempuni. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi berkembang atau tidaknya kecerdasan seseorang :
1. Faktor biologi, termasuk didalamnya faktor keturunan atau genetis dan luka atau cedera otak sebelum, selama, dan setelah kelahiran.
2. Sejarah hidup pribadi, termasuk didalamnya pengalaman-pengalaman dengan orang tua, guru, teman sebaya, kawan-kawan, dan orang lain, baik yang membangkitkan maupun yang menghambat perkembangan kecerdasan.
3. Latar belakang kultural dan historis, termasuk waktu dan tempat peserta didik dilahirkan dan dibesarkan, serta sifat dan kondisi perkembangan historis atau kultur di tempat-tempat lain.
Pengaruh lingkungan juga berperan mendorong atau menghambat perkembangan kecerdasan peserta didik, antara lain :
1. Akses ke sumber daya atau mentor
2. Faktor historis-kultural
3. Faktor geografis
4. Faktor keluarga
5. Faktor situasional
Dengan demikian, teori kecerdasan ganda menawarkan model perkembangan kepribadian yang dapat membantu guru memahami bagaimana profil kecerdasan mereka sendiri dapat mempengaruhi pendekatan-pendekatan pengajaran mereka di ruang kelas.
Pertemuan 13
Topik Bahasan : Perkembangan kreativitas peserta didik
Perkembangan Kreativitas Peserta Didik
A. Kreativitas dan Teori Belahan Otak
Perkembangan kreativitas peserta didik sangat erat kaitannya dengan perkembangan kognitifnya. Karena memang, sesungguhnya kreativitas merupakan perwujudan dari pekerjaan otak. Para pakar kreativitas, misalnya Clark (1988) dan Gowan (1989) melalui Teori Belahan Otak mengatakan bahwa sesungguhnya otak manusia menurut fungsinya terbagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kiri (left hemisphare) dan belahan otak kanan (right hemisphare). Belahan otak kiri mengarah kepada cara berpikir konvergen, sedangkan belahan otak kanan mengarah kepada cara berpikir menyebar.
Daya ingat otak kanan bersifat panjang (long term memory). Bila terjadi kerusakan otak kanan, misalnya akibat penyakit stroke atau tumor otak, maka fungsi otak yang terganggu adalah kemampuan visual dan emosi. Daya ingat otak kiri bersifat jangka pendek (short term memory). Bila terjadi kerusakan pada otak kiri maka akan terjadi gangguan dalam hal fungsi berbicara, berbahasa, dan matematika.
Berikut ini perbedaan ringkas antara otak kiri dan otak kanan dalam berpikir :
Otak kiri Otak kanan
Logis Acak
Berurut Intuitif
Rasional Holistik
Analitik Sintesis
Objektif Subyektif
Melihat bagian Melihat keutuhan
B. Perkembangan Kreativitas
Perkembangan kreativitas menjadi bagian integral dari proses perkembangan kognitif. Ketika memasuki usia dini, perkembangan kognitif anak memperlihatkan kecenderungan suasana intuitif. Ketika memasuki usia sekolah dasar anak mulai menyesuaikan diri dengan relitas konkrit, disertai dengan berkembangnya rasa ingin tahu yang cukup kuat.
Berikut adalah faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi semakin berkembangnya kreativitas seseorang adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan berimajinasi tentang sesuatu, meskipun masih memerlukan bantuan objek-objek konkrit.
2. Kemampuan berpikir logis dalam bentuk sederhana.
3. Kemampuan menampilkan operasi-operasi mental.
4. Berkembangnya kemampuan memelihara identitas diri.
5. Meluasnya konsep tentang ruang sudah semakin meluas
6. Kesadaran akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang akan dantang.
C. Karakteristik Peserta Didik yang Kreatif
Anak atau peserta didik yang kreatif menjadi dambaan orang tua dan guru. Adapun ciri-ciri kreativitas yang dikemukakan oleh Utami Munandar (1992), adalah sebagai berikut :
• Senang mencari pengalaman baru.
• Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas.
• Memiliki inisiatif.
• Memiliki ketekunan yang tinggi.
• Cenderung kritis terhadap orang lain.
• Berani menyatakan pendapat dan keyakinan.
• Selalu ingin tahu.
• Peka atau perasa.
• Enerjik dan ulet.
• Menyukai tugas-tugas yang majemuk.
Banyak kesamaan dengan pendapat Utami Munandar, Clark (1988) mengemukakan karakteristik kreativitas seperti berikut :
• Memiliki kedisiplinan diri yang tinggi.
• Memiliki kemandirian yang tinggi.
• Cenderung menentang otoritas.
• Memiliki rasa humor.
• Mampu menentang tekanan kelompok
• Lebih mampu menyesuaikan diri.
• Senang berpetualang.
• Toleran terhadap ambiguitas.
• Kurang toleran terhadap hal-hal yang membosankan.
• Menyukai hal-hal yang kompleks.
D. Tahap-tahap Pengembangan Kreativitas
Pengembangan potensi peserta didik bersifat kontinyu dan menggunakan tahapan tertentu. Wallas (Solso, 1991) mengemukakan empat tahapan proses kreatif, yaitu persiapan, inkubasi, iluminasi dan verifikasi. Selain keempat tahap tersebut masih ada tahap lain, yakni :
1. Penyadaran akan imajinasi. Peserta didik yang kreatif memiliki banyak imajinasi. Seringkali imajinasi berlalu begitu saja, tanpa adanya kesadaran atasnya.
2. Persiapan, dimana peserta didik berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan masalah yang dihadapi sehingga menjadi tindakan kreatif.
3. Inkubasi, dimana peserta didik seolah-olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapinya.
4. Iluminasi, dimana peserta didik mulai membangun proses psikologis untuk mempersiapkan diri bagi transformasi tindakan kreatif atas gagasan-gagasan baru yang dimilikinya.
5. Verifikasi, dimana gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis dan konvergen serta menghadapkanya kepada realitas.
6. Tindakan kreatif, dimana pesrta didik melakukan tindakan nyata atas ide-ide kreatif atau imajinasinya, sehingga mewujud menjadi kenyataan yang dikehendaki.
Pertemuan 14
Topik Bahasan : Perkembangan Dalam Kelompok Sebaya
Perkembangan dalam Kelompok Sebaya
A. Definisi Kelompok Sebaya
Kelompok sebaya berpengaruh penting bagi perkembangan sepanjang sejarah hidup peserta didik. Tetapi pengaruhnya paling kritis selama tahun-tahun perkembangan mereka ketika masih masa kanak-kanak dan remaja.
B. Keanggotaan Kelompok Sebaya
Kelompok sebaya menawarkan kepada anak-anak dan orang dewasa kesempatan untuk mengembangkan bergbagai keterampilan sosial, seperti kepemimpinan, berbagi atau kerjasama tim, dan empati. Kelompok sebaya juga menawarkan kesempatan untuk bereksperimen dengan peran baru dan interaksi sosial, mirip dengan kelompok perlakuan, walaupun mereka kurang terstruktur. Ini adalah alasan mengapa anak-anak dan remaja berpindah dari satu kelompok ke kelompok lain, karena mereka “menemukan diri mereka sendiri” atau bekerja kearah pembentukan identitas mereka yang relatif tetap.
C. Agresi dalam Kelompok Sebaya
Meskipun keroyokan dan menjahili telah lama menjadi bagian dari interaksi kelompok sebaya, perilaku-perilaku negatif telah meningkat selama dekade terakhir, yang mengakibatkan kekerasan sekolah terjadi dalam banyak perkara dan bentuk.
Jika individu merasa terpinggirkan dari rekan-rekan mereka, kemarahan akan muncul dan memancing titik baru bagi kemarahan lain. Hal ini dapat memunculkan kekersan disekolah atau pelanggaran atas aturan masyarakat. Interaksi negatif dengan teman sepermainan juga terjadi lebih sering mengikuti pola persahabatan atau keromantisan hubungan yang sudah asam.
D. Pengaruh Kelompok Sebaya
Kelompok sebaya dapat memiliki pengaruh posotif, suatu fakta dikenal banyak orang tua dan guru selama bertahun-tahun, karena dapat memotivasi akademik dan kinerja anak-anak muda. Tapi kelompok sebaya pun dapat pula memberikan pengaruh negatif jika kegiatan yang dilakukan seperti mengkonsumsi obat-obatan terlarang, minum, mencuri dan lain sebagainya. Sekolah sering kali menjadi situs interaksi negatif bagi peserta didik.
Orang tua harus mendukung dan mengarahkan acara dan kegiatan anak-anaknya agar lebih posotif dan prososial. Anak-anak dan remaja tanpa hubungan keluarga yang kuat atau setidaknya hubungan positif dengan orang dewasa lain dalam kehidupan mereka, menghadapi resiko yang lebih tinggi dari pengaruh negatif kelompok sebaya.
E. Keterampilan Bersahabat
Kemampuan menjalin persahabatn merupakan hal yang penting dalam perkembangan jiwa peserta didik. Adakalanya peserta didik menonjol dalam studi, namun terlambat dalam perkembangan pergaulan. Menurut Zick Rubin keterampilan bersahabat umumnya melewati empat tahap penting dan saling bertumpang tindih.
1. Tahap egosentris, tahap ini dilalui oleh anak sekitar 3 – 7 tahun. Anak mendefinisikan sahabat sebagai orang yang tinggal dekat dengan dia atau orang yang mampu memenuhi kebutuhannya.
2. Tahap pemenuhan kebutuhan, tahap ini dimulai antara usia 4 – 9 tahun. Pada tahap ini anak mulai tertarik dengan pribadi anak-anak lainnya.
3. Tahap balas jasa, anak usia 6 – 12 tahun biasanya mulai memasuki tahap ini. Pada usia ini anak mulai mengerti apa artinya nilai tukar-menukar dan rasa keadilan.
4. Tahap initim, usia 9 – 12 tahun dominan dengan persahabatan yang intim. Pusat perhatian dalam persahabatan berubah dari hal-hal yang nampak menjadi lebih psikologis dan emosional. Kesediaan untuk berbagi emosi, masalah dan konflik merupakan keterampilan yang amat penting dalam tahap ini.
Pertemuan 15
Topik Bahasan : Bimbingan Konseling untuk optimalisasi perkembangan peserta didik
BK untuk Optimalisasi Perkembangan Peserta Didik
A. Definisi Bimbingan dan Konseling
Konsep bimbingan dan konseling (BK) berangkat dari asumsi bahwa orang dewasa, guru, lembaga, atau sekolah harus mempromosikan kehidupan individu yang efesien dan bahagia dengan cara membantu anak atau peserta didik menyesuaikan pada realitas sosial.
Bimbingan merupakan upaya memberi nasihat dan saran dari seorang atau sekelompok guru kepada peserta didik. Bimbingan adalah proses menempatkan pilihan bagi peserta didik pada waktu dan tempat yang harus dilakukan. Pilihan yang dimaksud berupa penjurusan, rencana studi lanjut, karir ke depan, minat khusus, dan sebagainya.
Konseling merupakan aktivitas guru atau konselor menginisiasi atau menginspirasi, bahkan meminta peserta didik menggunakan kemampuan, pemahaman, dan keterampilan yang memungkinkan mereka mengelola kehidupannya sendiri, kini, dan di masa depan. Jika bimbingan bersifat kegiatan pramasalah, konseling sifatnya kegiatan pascamasalah.
Dengan demikian, BK adalah pelayanan bantuan bagi peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mereka bisa mandiri dan berkembang secara optimal, baik dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku. Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif, dan sistematik dalam memfasilitasi dan menginisiasi peserta didik untuk mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat peserta didik dalam lingkungannya.
B. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Konseling
Secara rinci tujuan layanan BK bagi peserta didik adalah sebagai berikut :
1. Mendorong aktivasi potensi multikecerdasan peserta didik agar berkembang secara optimal.
2. Memandu peserta didik untuk dapat menyelesaikan aneka persoalan akademik, pribadi, dan sosialnya dari hari ke hari.
3. Memberi pencerahan dan memandu arah peserta didik untuk mewujudkan cita-citanya sesuai dengan potensi internal dan sumberdaya yang dimilikinya.
4. Merencanakan proses pembelanjaran, penyelesaian studi, perkembangan karir, dan arah kehidupannya di masa yang akan datang.
5. Membantu peserta didik menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat, serta lingkungan kontekstualnya.
Rumusan lain dari tujuan BK adalah sebagai berikut :
1. Membantu peserta didik memahami diri dalam hal kemampuan pribadi, minat, motivasi, dan potensi mereka.
2. Membantu peserta didik memperoleh wawasan tentang asal-usul dan perkembangan kesulitan emosional, serta meningkatkan kapasitas melakukan kontrol secara rasional atas perasaan dan tindakan mereka.
3. Memodifikasi perilaku peserta didik untuk menyesuaikan diri.
4. Membantu peserta didik dalam bergerak menuju ke arah memenuhi potensi mereka atau mencapai integrasi dari bagian-bagian sebelumnya yang saling bertentangan dengan dirinya sendiri.
5. Membekali peserta didik dengan keterampilan, kesadaran, dan pengetahuan yang akan memungkinkan mereka menghadapi kekurangan secara sosial.
Dengan menggabungkan kegiatan bimbingan dan kegiatan konseling, Akhmad Sudrajat (2008) mengemukakan fungsi BK seperti berikut :
1. Fungsi pemahaman, BK membantu peserta didik agar memiliki pemahaman terhadap dirinya dan lingkungannya.
2. Fungsi preventif, berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya.
3. Fungsi pengembangan, fungsi BK yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya.
4. Fungsi penyembuhan, berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada peserta didik yang telah mengalami masalah.
5. Fungsi penyaluran, membantu peserta didik memilih kegiatan ekstrakulikuler, jurusan, karir atau jabatan yang sesuai dengan bakat dan minatnya.
6. Fungsi adaptasi, membantu para pelaksana pendidikan, membantu para guru dalam memperlakukan peserta didik secara tepat.
7. Fungsi penyesuaian, membantu peserta didik agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
8. Fungsi perbaikan, membantu peserta didik sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berpikir, berperasaan dan beritndak.
9. Fungsi fasilitas, memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
10. Fungsi pemeliharaan, membantu pesrta didik supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya.
C. Prinsip-prinsip Bimbingan
1. Bimbingan merupakan proses yang berkesinambungan.
2. Kegiatan bimbingan secara khusus direncanakan dan dikembangkan untuk memastikan efektivitas program.
3. Bimbingan dilakukan secara multitujuan, multisubstansi, dan tanpa diskriminasi.
4. Bimbingan dilakukan dengan melibatkan tanggungjawab orang tua di rumah dan membuka peluang akses mereka berpartisipasi di sekolah.
5. Bimbingan berfokus utama pada program pendidikan, namun tidak semua program pendidikan adalah bimbingan.
6. Bimbingan menginisiasi proses pembelajaran peserta didik.
7. Bimbingan membantu peserta didik memahami dirinya sendiri.
8. Bimbingan dilakukan dengan panduan tertentu dan didasarkan pada konsep yang benar mengenai peserta didik.
D. Perbedaan Bimbingan dan Konseling
Fungsi/kegitan bimbingan Fungsi/kegiatan konseling
Layanan masuk studi/ melanjutkan studi • Orientasi
• Pendaftaran
• Pilihan progrma
• Familiarisasi dengan situs-situs penting dan lokasi disekolah seperti perpustakaan, kafetaria, pusat kesehatan. • Pemahaman diri
• Konseling individu
• Memahami orang lain, termasuk guru dan dimensi kelembagaan lainnya
• Konseling kelompok dalam tiga bidang : akademik, sosial, karir pribadi.
Layanan proses pembelajaran • Peningkatan belajar efektif
• Penggunaan perpustakaan secara intensif dan pencarian bahan pustaka
• Perubahan/inovasi pembelajaran
• Strategi menjaga stabilitas akademis, sosial dan lain-lain
• Pelaksanaan ujian
• Analisis perilaku belajar, dan lain-lain • Hubungan antara program/seleksi program dan rencana masa depan
• Konseling akademik dalam berbagai bentuk
• Stabilisasi hubungan antar pribadi
• Etika pemeriksaan
Layananan persiapan lulus • Mencari pekerjaan
• Menulis aplikasi dan mengumpulkan informasi tentang formasi
• Keterampilan wawancara pekerjaan
• Orientasi keluar
• Langkah dan tahap dalam mendapatkan kleare. • Hidup sebagai lulusan baru
• Realitas dunia kerja
• Frustasi mencari pekerjaan
• Menghadapi pasar tenaga kerja; alternatif penawaran besar gaji, dan lain-lain.
E. Kunci Sukses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
Empat kunci suskses pelaksanaan BK menurut Noah H. Kersey, yaitu :
1. Kerelaan, dimana banyak peserta didik yang membutuhkan konseling, baik datang sendiri maupun sengaja dipanggil.
2. Motivasi, dimana beberapa peserta didik dituntut dan berkemauan kuat membuat perubahan dalam hidup sekaligus memiliki dorongan atau energi untuk benar-benar melakukannya
3. Komitmen, dimana pepatah lama mengatakan : “si pendiam pernah menang dan pemenang tidak pernah berhenti”. Kata lainnya adalah semuanya tidak pernah berakhir.
4. Keyakinan, dimana hal ini merupakan titik final dan langkah yang paling kritis dalam menciptakan keberhasila.
F. Bimbingan Pengembangan Kecerdasan Emosional
Bimbingan kepada peserta didik untuk pengembangan kecerdasan emosional bermanfaat dalan hal-hal seperti berikut ini :
1. Peserta didik memiliki daya adaptibilitas yang tinggi.
2. Peserta didik memiliki toleransi terhadap aneka perilaku teman-temannya.
3. Peserta didik memiliki toleransi terhadap aneka kekecewaan.
4. Peserta didik mampu mengungkapkan kemarahan tanpa wujud sebagai pertengkaran.
5. Peserta didik memiliki kemampuan menahan diri atau menunda nafsu amarah.
Pertemuan 16
Topik Bahasan : Psikologi Pendidikan dan Optimalisasi Perkembangan Peserta Didik
Psikologis Pendidikan dan Optimasi Perkembangan Peserta Didik
A. Metode Psikologi Pendidikan
Metode merupakan cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, metode psikologi pendidikan adalah cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan dan pembelajaran.
1. Metode wawancara, metode pengumpulan data untuk mengetahui kondisi peserta didik dari sisi aneka keunggulan, masalah, serta perilaku dan faktor-faktor penyebabnya adalah wawancara.
2. Metode introspeksi, metode tertua dari metode psikologi pendidikan, digunakan untuk mengumpulkan data tentang pengalaman sadar subjek.
3. Metode observasi, metode pengumpulan data untuk hampir semua jenis penelitian, termasuk bidang psikologi pendidikan.
4. Metode tes, untuk mengetahui minat, bakat, potensi, tingkat kecerdasan dan kecenderungan-kecenderungan lainnya dari peserta didik.
5. Metode kuisioner, metode dengan menggunakan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis dalam lembaran kertas atau sejenisnya dan disampaikan oleh psikolog pendidikan atau guru kepada peserta didik.
6. Studi kasus, merupakan kajian atau penelitian mendalam tentang subjek.
7. Metode lainnya, beberapa metode lainnya yang dapat dipakai oleh psikologi pendidikan atau guru adalah eksperimen, metode diferensial, metode klinis, dan sebagainya.
B. Kontribusi Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan telah membuat kemajuan besar untuk memahami bagaimana peserta didik dengan karakter yang berbeda bisa belajar dengan baik menurut keragaman mata pelajaran. Psikologi telah membawa dampak yang mendalam pada pendidikan melaluipenerapan pengujian.
Psikologi pendidikan akan terus memberikan kontribusi bagi pendidikan, karena ilmu ini mempelajari lebih lanjut tentang otak dan bagaimana belajar terjadi; perkembangan intelek; pengaruh; kepribadian; karakter; dan motivasi; cara menilai pembelajaran; dan penciptaan multifaset lingkungan belajar.
Mba boleh tau referebsi bukunya...trima kasih...
BalasHapus