Selasa, 27 Mei 2014

Penyesalan



“Karena kita akan tau apa yang pernah kita lakukan itu salah ketika kita melihat orang lain melakukan kesalahan yang pernah kita lakukan”
Setidaknya dua baris kalimat itu yang kini ada dibenak saya. Ya, memang benar apa kata pepatah, penyesalan selalu saja datang diakhir. Kalo kata bahasa belandanya sih “kaduhung aya ditungtung”. Begitu apik cara setan mentup mata dan telinga kita. Disaat kita mulai terhasut oleh rayuan-rayuannya yang membuat kita mabuk kepayang, melupakan sang pemilik hati. Kenapa itu selalu terjadi? Karena kita sendiri yang jelas-jelas menutup mata dan hati dari nasihat-nasihat baik yang kita dapat sewaktu kita lakukan sebuah kesalahan. Bahkan kadang kita tau apa yang kita lakukan itu salah, tapi kita anggap itu biasa saja. Dimana nurani kita?
Teman, mungkin kalian juga pernah menyesali suatu perbuatan yang seharusnya tidak kalian lakukan. Seperti saya. Dulu, ketika saya mengenal pacaran, saya ingat betul guru bahasa arab di SMP saya selalu menasehati kami untuk tidak mendekati zina. Tapi, saya justru tak menghiraukan nasihat beliau dan saya lebih memilih untuk menuruti kemauan setan. Mendekati maksiat. Dulu, saya pikir biasa saja. Tak ada yang mesti dibesar-besarkan. Toh kita pacaran hanya sebatas “ngobrol”. Dan ternyata, tanpa saya sadari, amat sangat tidak pantas seorang perempuan berkerudung pergi bersama lelaki yang bukan muhrimnya. Coba saja anda pikirkan apa yang ada dibenak anda ketika melihat seorang perempuan berkerudung pergi bersama-sama lelaki yang bukan muhrimnya, walau itu hanya sebatas ngobrol, setidaknya anda pun akan berpikiran apa yang saya pikirkan. Tapi ingat, ini bukan salah agamanya, tapi salah orangnya. Karena jelas-jelas didalam islam mengatakan “no khalwat until akad” bukan justru “ber-khalwat before akad”. Sekarang, saya suka nyesek kalo liat teman-teman saya, baik yang ada di dunia nyata maupun teman yang hanya saya kenal sebtas dunia maya saja a.k.a sosial media dengan bangganya memamerkan kemesraan mereka di depan publik. Mereka tidak sama sekali memikirkan bagaimana perasaan seorang ibu ketika melihat anak gadisnya dengan senang hati berfoto mesra tanpa ikatan yang halal dan tanpa sepengetahuannya mereka pamerkan kemesraan tersebut di muka umum. (Ya begitulah jadinya, kalo anak gadis ibu dibiarkan pergi dengan lelaki yang berkedok pacar). Apalagi yang paling sakit itu kalo perempuannya sudah berkerudung, ingin nangis rasanya, itu kerudung seharusnya dapat menjaga kita untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Dan ternyata benar kata hadits “Alhaya’u minal iman”
Malu itu sebagian dari iman. Tentunya kita sering sekali mendengar kalimat itu. Tapi, apakah kita sudah paham betul apa maknanya? Alhamdulillah saya dapat sedikit pencerahan setelah saya membaca Al-Qur’an satu juz perhari. Hati saya rasanya seperti habis di upgrade. Sekarang apa kaitan malu dengan iman? Masih melanjutkan topik pembicaraan diatas mengenai penyesalan saya tentang pacaran, saya jadi sadar kalo dulu iman saya berbanding lurus dengan rasa malu yang dulu saya miliki T_T atau istilahnya itu “tak tahu malu”. Ia benar, sewaktu pacaran mana kenal sama malu, hal yang dianggap tabu pun sudah menjadi biasa-biasa aja, dan bodohnya saya pernah mengalami itu. Tak apalah, masa lalu telah berlalu, biarkan itu menjadi cambuk untuk diri saya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama karena kita bukan keledai, right? Rasa malu yang saya miliki saat ini meningkat 3600 dibanding dulu. Dan karena rasa malu itu saya lebih berhati-hati lagi dalam beraktivitas, karena saya tidak ingin iman yang sudah saya pupuk selama ini, hingga harus melewati pasang surut cobaan dan rintangan yang menghadang, harus kembali rusak karena rasa malu yang diabaikan. Malu lah sudah diberi banyak nikmat masih saja tidak beriman. Apapun, dimanapun, kapanpun, dengan siapapun Allah selalu melihat kita. Mau kita sembunyi didalam kardus pun Allah pasti tau. Lakukan lah perbuatan yang positif, budayakan kembali rasa malu, kuatkan lah iman dan islma kita, niscaya kita akan selamat dari penyeselasan. Ya setidaknya dengan engga pacaran :D
Rupanya hanya itu saja yang dapat saya jelaskan mengenai penyesalan. Semoga teman-teman tidak menyesal membaca tulisan saya yang selalu memprovokatori kalian untuk tidak pacaran. Ini bukan nasihat yang saya buat-buat, tapi ini adalah perintah dariNya. Mungkin sekarang kalian menganggap saya ini ‘so agamis’ dan apalah namanya terserah kalian, tapi saya lakukan ini karena saya peduli sama kalian, jadi please, cepet putus ya sama pacarnya ^^V dan buat kalian yang wanita, dijaga ya hijabnya, jangan sampai ada fitnah karena wanita berhijab yang gemar pacaran. Ingat fungsi hijab, menjaga keindahan kita girls, karena sebaik-baik perhiasan dunia ialah “wanita solehah” buatlah bidadari-bidadari di surga sana iri dengan ketaatan kita terhadap perintah Allah. Mohon maaf bila terlalu menggurui, karena inSya Allah dua bulan lagi saya akan menjadi Guru PPL, doakan ya biar lancar PPLK nya hehe (^_^)

Rabu, 14 Mei 2014

Harapan selalu Ada



Jangan pernah lelah untuk berharap kepadaNya
Harapan itu akan selalu ada untuk orang-orang yang tidak mudah putus asa

Seperti biasanya, setiap hari sabtu, di semester 6 ini, di jam pertama kuliah, saya pasti akan bertemu dengan seorang dosen yang menurut saya abstrak untuk mengungkapkan bagaimana beliau. Ini kali kedua beliau mendoseni saya di mata kuliah yang berbeda. Kegiatan belajar mengajar berjalan seperti biasanya, dengan soal-soal yang abstrak yang terkadang membuat saya prustasi untuk menjawabnya, bahkan sempat ingin berputus asa. Entah kenapa, setiap mata kuliah yang beliau pegang, saya selalu ingin menjadi salah satu mahasiswa yang aktif di kelas, bukan aktif dalan artian gaduh, tapi aktif mengungkapkan pendapat yang berkaitan dengan pembuktian-pembutian di setiap materinya. Hari ini adalah minggu ketiga saya belajar di mata kuliah anril, terhitung sudah enam kali pertemuan karena bapak ini selalu menggabung dua pertemuan menjadi satu. Mungkin karena terlalu sibuk dengan statusnya sebagai dosen tetap di salah universitas negeri di bandung, sedang disini dia bekerja hanya sebagai dosen pembantu (sepertinya).
Dag dig dug, ga karuan rasanya, suhu badan saya tiba-tiba memanas ketika melihat teman-teman yang biasanya maju ke depan satu persatu mendapat poin tambahan dengan menjawab soal-soal yang beliau berikan. Sementara saya? Selama tiga minggu ini saya belum pernah berbuat apa-apa sedikitpun, itu artinya saya sudah kehilangan poin tambah selama enam kali pertemuan. Ahhh, hati saya semakin kacau saja ketika dia mengatakan 3 orang pertama yang bisa menjawab soal no 1 akan mendapat poin 10 dengan syarat hanya satu kali kesempatan untuk maju kedepan. Beberapa menit kemudian, teman sekelas saya  ada yang maju kedepan, suasana pun semakin seraaaaam, saya panik harus bagaimana mengjawabnya, tapi untungnya teman saya itu salah menjawabnya. Huwah sedikit ada rasa lega di dalam dada, tapi, tidak lama kemudian, seseorang dari kelas lain ada yang maju ke depan. Loh, kok ada kelas lain? Iya, soalnya memang selalu digabung dua kelas. Orang itu adalah orang yang saya anggapan sebagai saingan saya, bukan bermaksud untuk saing-saingan, hanya saja saya menganggapnya sebagai motivasi  untuk diri saya sendiri agar selalu berpartispasi aktif (hehe).  Jeder, jawaban dia bener!!!!! Ah, sisa dua orang lagi kawan, dua orang lagi yang berkesempatan mendapat poin 10. Satu persatu silih berganti mahasiswa dari kelas saya dan dari kelas lain maju ke depan, dan satu diantaranya menjawab benar, siapa dia?? Dia teman sekelas saya, wanita ini sungguh selalu berhasil membuat saya iri pada semangat belajar dan rajinnya yang luar biasa, sampai-sampai di semester sebelumnya saya datang langsung kerumahnya yang lumayan jauh dari tempat kost saya hanya untuk mendapatkan les privat darinya.
Saya coba menenangkan diri, saya tarik nafas dan istighfar, semoga Allah berikan ketenangan kepada saya untuk dapat menjawab soal ini dengan benar. Dan tak sengaja saya mendengar percakapan antara bapak dosen dengan teman saya, “ini sepertinya ada langkah yang di loncat?” tanya bapak dosen kepada teman saya itu. Kemudian saya coba mengerjakan ulang soal tersebut di lembar kertas  yang masih polos. Dan, dengan sangat teliti, hati-hati, saya menemukan sedikit pencerahan. Saya bisa memecahkan soal tersebut. Tapi ketika saya mengangkat kepala dan melihat ke depan, ada seorang mahasiswi yang sedang menyetorkan hasil kerjanya. Saya pun menunggu sampai keputusan itu datang. Saya tengok kebelakang, saya lihat wajah-wajah putus asa tampak pada teman-teman saya yang lain. Bahkan teman di samping saya pun malah mengerjakan soal lain yang dijanjikan mendapat poin 10 juga untuk tiga orang pertama. Selang beberapa menit, saya pun mendapatkan hasil penantian saya, jawaban mahasiswi itu salah. Yes! Ini giliran saya untuk maju kedepan, dan dengan rasa sedikit tegang, antara takut salah, dan akan mendapat penolakan seperti orang-orang sebelum saya, saya jelaskan satu persatu, langkah demi langkah, dari mana dan kemana soal ini berakhir. Dan ternyata, ternyata jawaban saya benaRRR. Hasil kerja saya pun diberi tanda, ini kali pertama saya mendapat tanda dari bapak dosen yang selalu bikin sport jantung, walau hanya sebatas tanda ceklis tapi sangat berarti buat saya. Perlahan saya pun meninggalkan meja dosen dan kembali ke tempat duduk saya. Baru juga saya balik badan, tiba-tiba bapak dosen menanyakan siapa nama saya, harusnya sih sudah hafal, tapi karena ini kali pertama saya berpartisipasi aktif di mata kuliah ini, beliau pun lupa dengan nama saya, sedih rasanya :( tapi tak apalah, saya pun langsung menjawab “shillvia” pak, dan beliau tanya lagi, kelas apa ya? Saya jawab “kelas B”. Dan segera saja saya melangkah ke tempat duduk saya. Denga rasa haru, senang, bangga, saya dengar bapak dosen itu bilang “oke, sudah tiga orang yang menjawab benar”. Saya panjatkan rasa syukur yang tiada habisnya, Alhamdulillah, terimakasih Ya Allah, Engkau telah mengijinkan saya menjadi salah satu dari tiga orang itu, dari sekitar 100 orang lebih yang ada didalam kelas ini. Dan saya juga berterima kasih kepada orang-orang yang saya rasa ada yang sudah menjawab benar tetapi ingin berbagi kebahagian kepada orang-orang seperti saya dengan tidak maju kedepan menyerahkan hasil kerjanya, saya yakin ada, karena banyak sekali teman-teman saya baik teman sekelas maupun dari kelas lain yang jauh lebih pandai daripada saya. Dan terimakasih kepada tangan saya yang tidak pernah lelah membantu pikiran saya menuliskan jawaban yang benar, terimakasih untuk hati yang tidak berputus asa. Saya senang hari ini. Semoga minggu-minggu berikutnya saya bisa lebih berpartisipasi aktif lagi, agar kelak di UAS saya tidak terlalu terbebani karena sudah punya bekal tabungan poin tambah dari keseharian saya di kelas. Aamiin.
Sekian sedikit ungkapan hati yang bisa saya bagikan kepada kawan semua, semoga cerita ini bisa menginsparasi kawan-kawan yang tengah dilanda keputus asaan karena merasa tak mampu. Teruslah berusaha, berharap dan tak lupa BERDOA. See you......