10 Terakhir
Ramadhan: Memburu Lailatul Qadar dengan Itikaf di Masjid
JAKARTA (VoA-Islam) – Ber’itikaf di masjid pada sepuluh
hari terakhir Ramadhan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw. Hal ini sebagaimana
diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra:
“Bahwasannya Nabi Saw senantiasa
melakukan I’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan hingga beliau diwafatkan
oleh Allah Swt. Kemudian para istri beliau pun melakukan I’tikaf sepeninggal
beliau.” (Muttafaq
‘alaih).
Dalam sebuah riwayat shahih yang
bersumber dari Rasulullah disebutkan, “Ketika sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan datang, Rasulullah lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah dan tidak
seperti di hari-hari biasanya.” (HR. Ibnu Majah).
Dalam hadits yang lain, Aisyah ra
meriwayatkan, “Saat itu, jika sepuluh hari terakhir telah menjelang,
Rasulullah lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah, menghidupkan
malam-malamnya, dan membangunkan istri-istrinya agar beribadah bersama beliau.”
(HR. Muslim).
Itikaf adalah mengasingkan diri –
untuk sementara waktu – dari kesibukan dunia dan mengonsentrasikan diri untuk
beribadah kepada Allah. Pada malam harinya, kita dianjurkan untuk menghidupkan
malam selama 10 hari terakhir Ramadhan. Yang dimaksud dengan menghidupkan malam
adalah mengerjakan shalat malam, beribadah, dan melakukan ketaatan (kebaikan).
Mau tahu rahasia dibalik anjuran
bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir? Pertama, karena sepuluh hari ini
merupakan penutup bulan penuh berkah, sementara kebaikan suatu amal sangat
tergantung pada akhirnya.
Kedua, boleh jadi Lailatul Qadar
jatuh pada malam tersebut. Bahkan ada beberapa hadits shahih yang menyatakan
bahwa Lailatul Qadar akan jatuh pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Oleh
karena itu, orang yang cerdik dan bijak akan bersungguh-sungguh pada sepuluh
hari terakhir tersebut. Dengan harap-harap cemas, kita berharap dosa-dosanya
yang telah lalu akan diampuni.
Memburu Lailatul Qadar
Diantara keutamaan Lailatul Qadar
adalah bahwa setiap amalan di dalamnya, pahala dan ganjarannya lebih baik
daripada 1.000 bulan. Adapun 1.000 bulan setara dengan 83 tahun 4 bulan.
Mengenai tanggal, hari dan jam
turunnya Lailatul Qadar tidak ditegaskan oleh Allah dan Nabi Muhammad Saw. Nabi
sendiri pernah bersabda: “Pernah diperlihatkan kepadaku Lailatul Qodar,
kemudian dijadikan aku lupa kepadanya.” (HR. Muslim).
Dalam beberapa hadits, Nabi
bersabda: Lailatul Qadar jatuh antara tanggal 21-akhir Ramadhan.Oleh karena
itu, kita tidak dapat dan tidak berhak menentukan waktu Lailatul Qadar. Allah
sengaja merahasiakan datangnya Lailatul Qadar dari sekian banyak malam
Ramadhan, agar manusia beribadah pada seluruh malam Ramadhan.
Sepanjang keterangan agama, saat
Lailatul Qadar, kita dianjurkan beri’tikaf, shalat dan membangunkan anak-istri
untuk shalat bersama-sama. Tidak diperintahkan kita mengagungkan malam itu
dengan sesuatu upacara atau ritual aneh , kecuali yang telah dicontoh Nabi Saw.
Para ulama mengatakan, “Allah
sengaja merahasiakan datangnya Lailatul Qadar dengan alasan tertentu, agar:
manusia beribadah pada seluruh malam terakhir Ramadhan.
Dalam shahih Bukhari dan Muslim
disebutkan sebuah riwayat yang berasal dari ‘Ubadah bin ash-Shamit, bahwa dia
berkata, “Nabi pernah menemui kami untuk mengabarkan datangnya Lailatul Qadar,
tapi ternyata ada dua orang dari kaum muslimin yang saling mengutuk.
Rasulullah saw kemudian berkata: “Sungguh,
aku keluar untu mengabarkan datangnya Lailatul Qadar kepada kalian. Akan tetapi
teryata Fulan dan Fulan saling mengutuk, sehingga kabar tersebut ditarik
kembali oleh Allah. Dan, barangkali hal itu akan lebih baik bagi kalian semua.
Karena itu, songsonglah Lailatul Qadar tersebut pada malam kesembilan, malam
ketujuh, dan malam kelima (di sepuluh hari terakhir).
Dalam sebuah hadits, Ummul Mukminin,
'Aisyah ra pernah bertanya kepada Rasulullah, apakah yang harus aku baca
seandainya aku bisa mendapatkan Lailatul Qadar? Rasulullah menjawab, “Katakanlah,
Wahai Allah…Sesungguhnya Engkau adalah Zat yang Maha Pengampun dan suka
mengampuni hamba-Nya. Maka ampunilah aku. Jadi, malam Lailatul Qadar ini lebih
diutamakan untuk berdoa.”
Dengan demikian, orang yang ingin
mendapatkan Lailatul Qadar, hendaknya ia menyongsong di setiap malam,
barangkali ia mendapatkannya pada salah satu malam.
Adab Itikaf
Saat beritikaf harus memiliki
ada-adab yang menentukan sah dan sempurnanya I’tikaf, termasuk kapan mulainya
dan kapan berakhirnya.
“Jika Rasulullah Saw berkeinginan
melakukan I’tikaf, beliau menunaikan shalat Fajar (Subuh), kemudian masuk ke
tempat I’tikafnya.” (Muttafaq
‘alaih).
Selama ber’itikaf hendaklah
memerhatikan adab-adab berikut: Pertama, tidak melakukan jima’ (senggama),
berdasarkan ayat “Janganlah kalian menggauli istri-istri itu, sedangkan
kalian beri’tikaf dalam masjid.” (QS. al-Baqarah:187).
Kedua, tidak melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan tujuan I’tikaf, seperti keluar untuk bersenggama dengan
istri di rumah, keluar untuk menekuni pekerjaannya, atau melakukan profesinya
di tempat itikafnya, keluar untuk bertransaksi jual-beli. Apabila itu
dilakukan, maka itikafnya batal.
‘Aisyah ra berkata, “Sesungguhnya
jika Nabi Saw sedang beri’tikaf, beliau biasanya tidak masuk rumah, kecuali
untuk suatu hajat (pada riwayat Muslim: untuk hajat manusiawi) (Muttafaq’
alaih)
Ketiga, disunnahkan menyibukkan diri
dengan berbagai macam ibadah khusus, seperti shalat sunnah qiyamullail, membaca
al-Qur’an, berzikir, berdo’a, bersholawat serta beristighfar.
Keempat, disunnahkan meninggalkan
hal-hal yang tidak bermanfaat, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun
lainnya.
Selanjutnya I’tikaf berakhir ketika
terbenam matahari di malam ‘Id dan tidak disyariatkan menunggu esok harinya
hingga menjelang shalat ‘id. Ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Desastian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar