HUKUM CADAR MENURUT
EMPAT MADZHAB
Wanita bercadar seringkali diidentikkan dengan orang
arab atau timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita
adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-hadits shahih
serta penerapan para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para
ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak benar anggapan bahwa hal tersebut
merupakan sekedar budaya timur-tengah.
Berikut ini
sengaja kami bawakan pendapat-pendapat para ulama madzhab, tanpa menyebutkan
pendalilan mereka, untuk membuktikan bahwa pembahasan ini tertera dan dibahas
secara gamblang dalam kitab-kitab fiqih 4 madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab
semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk memakai cadar, bahkan sebagiannya
sampai kepada anjuran wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya
secuil saja, karena masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para
ulama madzhab.
Madzhab
Hanafi
Pendapat
madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya
sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
* Asy
Syaranbalali berkata:
وجميع بدن
الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh
tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak
tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami“
(Matan Nuurul Iidhah)
* Al Imam
Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:
وجميع بدن
الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على
الأشبه ، وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
“Seluruh
badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu
riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat
jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang
menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)
* Al
Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة
كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل
يندب
“Aurat
wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka
sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya
atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)
* Al Allamah
Ibnu Abidin berkata:
تُمنَعُ من
الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها
بشهوة
“Terlarang
bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki,
kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki
melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)
* Al Allamah
Ibnu Najiim berkata:
قال مشايخنا
: تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para ulama
madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan
wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan
menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)
Beliau
berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H,
bagaimana dengan zaman kita sekarang?
Madzhab
Maliki
Mazhab
Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar
hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan
fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah
aurat.
* Az
Zarqaani berkata:
وعورة الحرة
مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها
. وأما الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا
عذر من شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما
للفاكهاني والقلشاني
“Aurat
wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan
telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak
tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun
wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan
pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita
untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad.
Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh
Mukhtashar Khalil, 176)
* Ibnul
Arabi berkata:
والمرأة كلها
عورة ، بدنها ، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها
، أو داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu
seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan
wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau
pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang
dimaksud (dalam sebuah persoalan)” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)
* Al
Qurthubi berkata:
قال ابن
خُويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من
وجهها وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف
وجهها وكفيها
“Ibnu Juwaiz
Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik
dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia
menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya
menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)
* Al Hathab
berkata:
واعلم أنه إن
خُشي من المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ،
ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah,
jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak
tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh
Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat” (Mawahib
Jaliil, 499)
* Al Allamah
Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:
وهو الذي
لابن مرزوق في اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا
الوجوب عن القاضي عبد الوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ،
وهو مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخ زروق في شرح الوغليسية بين الجميلة
فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب
“Pendapat
tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah,
ia berkata: ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al Hathab juga
menukil perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama
Maliki menyebutkan pendapat bahwa hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib
menundukkan pandangannya. Pendapat ini dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq
dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika
tidak cantik maka sunnah” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)
Madzhab
Syafi’i
Pendapat
madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah
seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan
lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.
* Asy
Syarwani berkata:
إن لها ثلاث
عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين
. وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على
المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة
والركبة ـ
“Wanita
memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah
dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat
terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan
telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua
bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah
Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)
* Syaikh
Sulaiman Al Jamal berkata:
غير وجه
وكفين : وهذه عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال
المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“Maksud
perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan’, ini
adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di
hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di
hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan” (Hasyiatul Jamal Ala’
Syarh Al Minhaj, 411)
* Syaikh
Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع بدن
المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة
فعورتها جميع بدنها
“Seluruh
badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam
shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan” (Fathul
Qaarib, 19)
* Ibnu
Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر
من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما
عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi
wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya
tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya
adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah” (Hasyiah
Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)
* Taqiyuddin
Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره أن
يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب
لا يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها رفع
النقاب
“Makruh
hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula
wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya
sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh
lelaki ajnabi sehingga menimbulkan kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab
(cadar)” (Kifaayatul Akhyaar, 181)
Madzhab
Hambali
* Imam Ahmad
bin Hambal berkata:
كل شيء منها
ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap
bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul
Masiir, 6/31)
* Syaikh
Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:
« وكل الحرة
البالغة عورة حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في
الصلاة . وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة
إلى مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap
bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya.
Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah,
karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian
tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di
hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga
paha” (Raudhul Murbi’, 140)
* Ibnu
Muflih berkata:
« قال أحمد :
ولا تبدي زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين
شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا عند
يدها
“Imam Ahmad
berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan
perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘. Abu
Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita termasuk
aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf
(semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan
aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” (Al
Furu’, 601-602)
* Syaikh
Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’
, ia berkata:
« وهما » أي
: الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار
النظر كبقية بدنها »
“’Keduanya,
yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya
pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309)
* Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
القول الراجح
في هذه المسألة وجوب ستر الوجه عن الرجال الأجانب
“Pendapat
yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup
wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun ‘Alad Darb, http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml)
Cadar Adalah
Budaya Islam
Dari
pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah
sekedar budaya timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah
diajarkan oleh para ulama Islam sebagai pewaris para Nabi yang memberikan
pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat timur-tengah
saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh
masyarakat timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang
demikian sepatutnya, seorang muslim berbudaya Islam.
Diantara
bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
1.
Sebelum turun ayat yang memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya
masyarakat arab Jahiliyah adalah menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah,
berpakaian seronok atau disebut dengan tabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala
berfirman:
وَقَرْنَ فِي
بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“Hendaknya
kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian
ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu” (QS. Al
Ahzab: 33)
Sedangkan,
yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu’alihi
Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk
ini dengan memerintahkan para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa
hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
2.
Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu’alaihi
Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat
mereka. ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:
مَّا
نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ )
أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
“(Wanita-wanita
Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS.
Al Ahzab
An Nuur: 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari 4759)
Al Ahzab
An Nuur: 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari 4759)
Menunjukkan
bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka
sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat
tersebut.
Singkat
kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita.
Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. T
idak ada
diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita
muslimah arab atau timur-tengah saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar
itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri
arab.
—
Penukilan
pendapat-pendapat para ulama di atas merupakan kesungguhan dari akhi Ahmad
Syabib dalam forum Fursanul Haq (http://www.forsanelhaq.com/showthread.php?t=83503)
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel www.muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar